Minggu, 11 November 2012

HUJAN KEMARIN -09-


BAB SEMBILAN
Cinta Itu!!!


“Gadis itu bukan kekasihmu,” bisikku di belakang punggungnya. Ethan yang tengah menyimpan seragamnya di loker langsung terdiam. “Gadis itu bukan kekasihmu kan?” kini kata-kataku berupa pertanyaan. Ethan menutup lokernya perlahan. Namun tidak juga berbalik menghadapku.
“Aku tidak pernah mengatakan bahwa ia adalah kekasihku,” desisnya dingin. Aku merasakan air mataku mengalir. Hatiku perih karena luka yang selama ini ku pendam.
“Lalu kenapa kau memintaku pergi?” kini suaraku terdengar bagai rintihan. Ia menundukan kepalanya, menyandarkan keningnya hingga menempel ke pintu lokernya. Salah satu tangannya meninju loker di sampingnya.
“Karena kau memang harus pergi menjauhiku…” bisiknya. Tubuhku bergetar keras ketika mendengar kata-katanya. Kemudian sebuah tawa perih keluar dari mulutku.
“Aku mengerti,” bisikku perih. “Maafkan aku,” Aku tersenyum tipis, mencoba menenangkan gemuruh hatiku yang tak menentu. Aku tau semua ini sudah berakhir, aku hanya tidak tau bagaimana mengatakannya pada hati kecilku. Bagaimana caranya membuat diriku menghentikan rasa cinta sialan itu. aku sama sekali tidak mengerti.
Seluruh harapanku akan kata indah berbunyi cinta itu hilang sudah. Meski tentu saja aku masih teramat menyukai pemuda itu, namun aku tidak bisa tetap berada di sampingnya jika ia sendiri lah yang mendorongku menjauh.
“Izzi…” panggilnya pelan saat aku berbalik. “Izz… maafkan aku,” aku menggigit bibir bawahku keras-keras, mencoba menahan isak tangis yang hampir meledak bagai bom emosi dalam diriku. “Izzi…” kemudian ia meraih tanganku. Menghentikan langkah tertatihku. Aku mendesah. Merasakan perih teramat sangat dari genggamannya.
“Ku mohon, jika memang ini yang kau inginkan, ku mohon jangan kembali memanggilku, karena kau tau… aku takkan punya kekuatan lagi untuk berbalik menjauh darimu…” suaraku terdengar parau. Aku ingin bisa tampak lebih tegar di hadapannya. Menunjukan padanya bahwa aku baik-baik saja. namun nyatanya aku terlalu lelah untuk berpura-pura. “Aku takut aku takkan bisa lagi menjauh darimu. Maaf tapi aku tidak tau bagaimana caranya menghentikan cinta itu,”
Aku merasakan dunia berputar sesaat. Kemudian tubuhku terangkat, terjebak dalam sebuah pelukan erat yang menyesakan dadaku. Mataku terbelalak lebar ketika menyadari apa yang terlah terjadi. Tubuh mungilku menempel erat di tubuhnya. Ia memelukku, mengangkatku hingga wajah kami berhadapan. Mata indahnya menatap mataku yang sembab. Wajahnya begitu tampan. Aku meletakan kedua tanganku di atas bahunya untuk menjaga keseimbangan tubuhku, namun ia tampaknya sudah menjagaku lebih dari yang ku harapkan.
“Kalau begitu jangan,” bisiknya setelah diam cukup lama. Aku menatapnya tidak mengerti. “Jangan berhenti mencintaiku,” tambahnya. Mataku melebar, hatiku sesak tidak percaya dengan apa yang ku dengar. Ia menempelkan keningnya ke keningku, matanya masih menatapku. “Jangan pernah mencoba untuk berhenti mencintaiku,” suaranya berupa rintihan. Aku merasakan wajahku memanas. Kemudian air mata itu kembali menetes. Dengan perlahan ia menurunkan tubuhku, kemudian menghapus air mataku. “Dan berhenti menangis untukku,” katanya. Wajah tampannya begitu asing, sulit dibaca. Tapi aku mengaguk. “Terima kasih.” Ia kembali menarikku ke dalam pelukannya. Aku tersenyum penuh kebahagiaan, menekan kepalaku ke dada bidangnya, mencoba meresapi irama detak jantungnya.
Prok Prok Prok…
Aku terhenyak ketika mendengar suara tepukan tangan di belakang punggungku. Dengan spontan aku menarik diriku dari pelukannya, namun lengan kekar Ethan tidak membiarkanku lepas begitu saja. ia masih merangkul bahuku dengan erat. Dan kemudian beberapa siswa berseragam olah raga muncul satu persatu, seakan keluar dari persebunyian mereka. Mataku membulat menatap mereka, wajahku memanas menahan malu. Hampir seluruh anggota tim basket berdiri di sana, tersenyum lebar masih dengan tepukan tangan konyol mereka. Hatiku menciut karena malu. Namun pemuda di sampingku tampaknya cukup nyaman dengan situasi ini. Ia tersenyum tipis, kemudian dengan santainya mencium puncak kepalaku. Membuat siulan riuh dari penonton kami semakin keras.
“Selamat man!!” ujar salah satu dari mereka, ia bernama Galang, siswa kelas 3-2. Ia tersenyum lebar dan menepuk bahu kanan Ethan penuh semangat. Kemudian ia sedikit membungkuk untuk menjajari wajahku. Ia tersenyum geli ketika wajahku memerah. “Selamat juga untukmu,” ujarnya seraya menyentuh ujung hidungku.
“Oh ayolah…” desis Ethan, menggerakan tubuh kami kebelakang. Galang tertawa keras, kemudan mengangkat bahunya.
“Ya ya aku tau man!” ujarnya seraya mundur beberapa langkah. “Tapi kita masih akan merayakan ini kan?” tanyanya santai. Sorak riuh anggota lainnya langsung bergema. Ethan terkekeh di sampingku. Aku terpesona pada keindahan tawanya. Matanya yang indah tampak berbinar.
“Wah, gadis baru rupanya,” teriak Dian, siswa kelas 2-1. Aku mengerutkan keningku tidak mengerti. “Sepertinya kita mendapatkan banyak gadis baru musim ini.” Tambahnya.
Seorang siswa yang tidak ku kenal menyikut Dian perlahan, namun tetap saja pemuda itu meringis, entah karena sakit atau terkejut. “Jaga mulutmu. Dia tidak tau apa yang kau katakan. Kau bisa merusak semuanya dengan mulut cerewetmu itu!” ujarnya. ia menatap lembut ke arahku. “Selamat datang Issabela ke klub basket kami,” ujarnya ramah. Aku tersenyum tipis. Mulai merasa nyaman dengan semua tatapan ramah itu. tapi tunggu dulu, apa yang akan mereka pikirkan tentangku?? Terlebih dengan tampang jelekku sehabis menangis ini?? Aku merapihkan rambutku perlahan. Mencoba bergerak selembut mungkin agar mereka tidak menyadari apa yang tengah ku lakukan.
Tubuh jangkung Ethan menunduk perlahan, mulutnya mendekati telingaku. “Kau tetap cantik,” bisiknya. Mataku membulat, sedikit terkejut dan tersanjung karena perhatiannya. Kemudian seluruh anggota tim mengeluh bersamaan ketika bel masuk kelas berbunyi. Aku terkekeh pelan di samping Ethan. Ternyata mereka semua begitu ramah, begitu normal seperti siswa lainnya, meskipun mereka adalah bintang-bintang di sekolah kami. “Ayo ku antar kau ke kelasmu,”
“Kau bisa menitipkannya padaku,” ujar Aldi. Aku mendelikan mataku, baru sadar akan kehadiran salah satu teman sekelasku itu. Ethan mengerutkan keningnya, berpikir sejenak kemudian melirikku.
“Aku bisa pergi sendiri,” bisikku susah payah. “Well, ini juga sekolahku, ingat?” tanyaku ragu-ragu. Kemudian wajah itu mencair. Ia mengaguk dengan senyuman tipis kesukaanku.
“Jangan menangis lagi,” katanya sungguh-sungguh. Aku terkekeh dalam hati. Apa lagi yang bisa membuatku menangis selain dirimu? “Kau begitu indah, jadi tetaplah tersenyum,” aku mengerutkan keningku sedikit bingung dengan kata-katanya. Namun dengan tidak sabar Aldi menarikku menjauh.
“Sorry man, tapi kami punya jam Miss Anita hari ini,” ujarnya. Miss Anita adalah guru bahasa inggris kami, dan siapapun tau ia adalah guru yang paling mengutamakan disiplin di sekolah kami. 

3 komentar:

Anonim mengatakan...

si Ethan tugh jelmaanny Mr. Bomer, kan???
trus nanti si Izzi jadi ma Sammuel, kan??
bener kan tebakanku?? *maksa*

Unknown mengatakan...

hoaaammm mba ini yaaahhhh....
aku jadi gatel pngn posting bab terakhirnya dehhh

narnia mengatakan...

cherry...
luv u dah..
hhehe