Minggu, 02 Desember 2012

I found You in London -02-


BAB 2


Sebulan setelah kejadian itu kami tak pernah lagi membicarakannya. Sedikit demi sedikit kak Sandra mulai bisa tersenyum, mau untuk keluar dari kamar.
Walaupun hampir tiap malam ku dengar dia masih menangis dan menjerit. Mimpi itu tak pernah berakhir. Jangankan kak Sandra hampir, tiap malam aku kejadian tersebut masih membayangiku. 
“Hmm sejuknya!” ujarnya saat kami keluar ke kebun belakanng rumah. Wajahnya tampak lebih cerah hari ini. Senyum di wajahnya sudah seperti dulu lagi.
“Makanan dan minuman sudah siap, mari kita bersantap,” suara Mark dari dalam rumah.
“Wuihhhhh bau ayam bakarnya harum, kak,” ku dekati makanan yang dibawa Mark. Ku hirup harumnya ayam bakar buatan Mbok Nah yang tak ada duanya.
Ditatanya rapi makanan dan minuman di atas meja. “Mari makan!” ajakku dengan gembira. Kamipun langsung melahap ayam bakar di depan kami.
“Huekkkk.....” tiba-tiba kak Sandra memuntahkan makanannya. “Kak ada apa? Apakah kau sakit?” aku langsung menyentuh kening kak Sandra. Kak Sandra menggeleng lemah.
“Perutku sakit, aku mual” kak Sandra memegang perutnya.
“Mbok Nah! Mbok tolong ambilkan minyak angin!” teriak Mark.
Mbok Nah segera menghampiri kami. “Kenapa Mba Sandra, Mas?” Mbok Nah sangat khawatir melihat raut wajah kak Sandra yang tiba-tiba pucat. “Gak ada apa-apa Mbok. Sini minyak anginnya, mungkin aku hanya masuk angin,” kak Sandra berusaha untuk menenangkan Mbok Nah.
Mbok Nah memberikan minyaknya. “Lihatkan Mbok sekarang aku sudah lebih baik,” ucap kak Sandra setelah memakai minyak angin. Seulas senyum diukir di wajahnya.
Namun rupanya senyum tak mampu membuat khawatir Mbok Nah hilang. Seolah-olah mampu membaca apa yang terjadi, Mbok Nah segera menarik lenganku.
“Mas.... Mba Sandra hamil,” bisiknya pelan di telngaku.
“Gak mungkin Mbok!!” teriakku menahan sejuta emosi.
“Mba Sandra sudah telat mas. Dia harusnya sudah haid 2 minggu yang lalu,” jelas Mbok Nah. Ku tutupi mulutku agar tak ada teriakan yang keluar. Ya Mbok Nah lebih dari sekedar pembantu bagi kami. Jadi dia tau keadaan kakakku sekarang.
Dua minggu,,,, mungkinkah benih dari bajingan-bajingan itu telah berkembang dengan kuat di perut kakakku? Oh Tuhan! Mengapa KAU biarkan kakakku mengalami hal ini?
Aku bersimpuh di depan Mbok Nah. Mbok Nah turun memelukku erat. “Mas tolong yang kuat. Jangan seperti ini hanya Mas Kian dan Mas Mark lah yan bisa menolong Mba Sandra”. Ku anggukan kepalaku lemah, ku balas peluk tubuh Mbok Nah erat.
Mark menatap kami curiga. Kuberi dia senyum yang bahkan tak mampu menghibur diriku sendiri. Mark tak repot bertanya padaku. Karena dia sudah tau jawabannya.
Kuhampiri kak Sandra, ku peluk dia erat. “Ada apa Kian?” Kak Sandra terkejut dengan pelukkanku. “Kami menyayangimu, Kak. Apapun yang terjadi, kami selalu mendukungmu,” bisikku lirih.
“Hei ada apa?” dilepaskannya pelukanku. Aku hanya mampu menggelengkan kepalaku tak mampu mengatakan apapun padanya. Markpun ikut memeluk kak Sandra.
Sementara Mbok Nah tak henti-hentinya menangis di depan kami. Tangis tulus dari seorang Ibu. Walaupun dia bukan ibu yang melahirkan kami.

****

Dua hari setelah kejadian di kebun belakang rumah. Kak Sandra terus saja memuntahkan makanannya.
Kami tak perlu repot menutupinya dari kedua orang tua kami. Karena mereka toh tak pernah ada di rumah.
“Hallo anybody home?” sebuah suara berasal dari pintu masuk.
“Oh masih ingat punya rumah, Ma?” tanya Mark sinis.
“Hei sejak kapan kau kurang ajar begitu, Mark? Ini rupanya didikan kamu, Nah?” tudingnya pada Mbok Nah. Mbok Nah hanya tertunduk lesu sambil membawa tas dan koper yang entah isinya apa. Karena jujur wanita yang kami sebut Mama itu tak pernah membelikan kami apapun.
“Hai Ma,” sapa kak Sandra dari atas tangga. “Bagaimana perjalanannya? Pasti mama sangat capek yah?” lanjutnya.
“Hai cantik! Hanya kamu yang masih tidak berubah, anak mama, Sandra Alvaro,” mama memeluk kak Sandra penuh kepalsuan. Ada sedikit rasa jijik dan kebencian yang muncul di wajah kak Sandra. Namun segera ia tepiskan.
“Oh dear, kamu terlihat kurus sekarang. Ada apa? Sakitkah? Apa Inah tak pernah memberimu makanan yang sehat?” mama memutar tubuh kak Sandra.
“Gak ma. Cuma aku lagi banyak ujian aja, aku banyak bergadang,”
Sebuah ciuman dan pelukkan lagi untuk kak Sandra.
“And you, Kian, what’s up my boy?” sekarang mama beralih padaku yang hanya terdiam. Diulurkan tangannya ke pipiku namun tak sampai, ku hempaskan tangan indah itu.
“Uhhh laki-laki disini tak punya rasa hormat pada ibunya,” tukasnya dengan perasaan benci.
“Ma, ayo ceritakan perjalananmu keliling Eropa,” kak Sandra mengalihkan perhatian mama dari aku dan Mark.
Mama asyik bercerita tentang pengalamannya keliling Eropa. Cerita yang sama setiap 6 bulan sekali. Kak Sandra seolah-olah menikmati cerita mama. Namun matanya terlihat kosong.
Bagaimana mungkin seorang ibu tidak mengetahui ada yang salah dengan putrinya? Bagaimana mungkin seorang ibu bisa begitu tega bercerita hal-hal yang menyenangkannya namun tak pernah mengajak anak-anaknya untuk ikut bersenang-senang? Ibu macam apakah ibu yang kumiliki ini?
“Hue...” kak Sandra merasakan mual lagi. Buru-buru aku menghampiri kak Sandra dan menggendong ke kamarnya. Kutinggalkan mamaku yang penuh tanya.
Kak Sandra memuntahkan segala isi perutnya. Aku tak sanggup membayangkan bila kak Sandra tahu dia sedang hamil.
“Kian, kakak hamil,” suaranya nyaris tedengar seperti sebuah bisikkan.
Tuhan bagaimana dia tahu? Aku dan Mbok Nah tak pernanh memberitahunya. Tak mungkin Mark yang memberitahunya.
“Kian, kakak hamil,” ulangnya kali ini dia meremas tanganku. Disertai tangis pelan.
Ku angkat dan baringkan kak Sandra perlahan di tempat tidurnya. Tangisnya kini hanya berupa rintihan, kak Sandra memelukku.
“Darimana kau tau kalo kau hamil kak?” aku berpura-pura tak tau. Dilepaskannya pelukanku. Ditarik laci disebelah tempat tidurnya. Diserahkan padaku sebuah benda dari dalam laci tersebut.
“Apa ini, kak?” aku berpura-pura tak mengerti.
“Aku membelinya beberapa hari yang lalu. Ini test kehamilan. Tak perlu kakak jelaskan, kakak rasa kamu mengerti. Aku juga tau kalo kamu, Mbok Nah dan Mark sudah tau tentang kondisi kakak,” kini matanya menatapku. Tak sanggup aku mengucapkan apapun padanya. Aku hanya bisa memeluknya.
“Terimakasih,” bisiknya.

****

“Hamil!!!” teriak Mama ketika kami memberitahunya saat malam hari.   
“Kenapa kau bisa hamil? Pasti kamu bergaul sama anak-anak gak bener yah, bergajulan! Apa yang Inah lakukan selama ini? Hanya mengawasi kalian saja tak becus!” ucap mama sambil mondar mandir.
“Inah!!! Inah!!!” tak sampai tiga kali Mama memanggil, Mbok Nah sudah ada di antara kami.
“Ya Nyonya,” jawab Mbok Nah dengan kepala tertunduk.
“Apa aja sih yang kamu lakukan? Sampai-sampai Sandra hamil beini. Hanya mengawasi mereka bertiga aja gak becus. Kerjaan kamu tuh di rumah ngapain aja? Dasar pembantu gak berguna? Udah bosan kamu kerja disini?” maki Mama.
“Kalo kamu udah bosan bilang Nah. Masih banyak kok yang kerja sama saya. Apa karena gajinya kecil? Bilang Nah kalo mau tambah....”
“Cukup Ma!” potongku cepat. “Bukan salah Mbok Nah. Ini salah Mama dan Papa. Kalian berdua orang tua macam apa, hah? Orang tua yang gak perduli anak-anaknya masih hidup atau gak? Mereka makan atau gak? Mereka sakit atau gak? Kalian yang gak tau kondisi anak kalian sendiri. Sekarang mama menyalahkan Mbo Nah. Ngaca sama diri sendiri Ma. Apa yang telah mama lakukan untuk kami,” kini aku berdiri di antara Mama dan Mbok Nah.
Mark berusaha untuk menenangkan kak Sandra yang tak berhentinya menangis. Mama membuang mukanya, tak mau melihat ke arahku dan Mbok Nah.
Pandangan Mama beralih ke kak Sandra dengan pandangan penuh rasa penghinaan dan jijik.
“Mama harusnya bertanya kepada diri sendiri pantaskah kalian disebut orang tua? Kalian hanya bisa berhura-hura tanpa memperdulikan kami, anak-anak mama yang butuh kasih sayang kalian,” aku berusaha mengalihkan perhatian mama dari kak Sandra.
“Halah jangan sok mengajari kamu, Kian,” Kemudian Mama berlalu dari kami.

****

Hingga makan malam, Mama tak bicara dengan kami. Kamipun enggan untuk berbicara dengan Mama.
“Oh rupanya sudah pulang kau,” ujar Papa ketika melihat Mama di ruang makan.
“Kita harus bicara,” tegas Mama berjalan ke ruang kerja Papa. Papa mengikuti langkah Mama.
Entah bagaimana mereka memulai pembicaraan tersebut. Karena yang kami terdengar hanya makian dan amarah yang keluar dari mulut mereka. Kami berempat dapat mendengarnya dengan jelas. Padahal kami berempat ada kamar kak Sandra di latai 2. Mungkin karena pintu ruang kerja tersebut tidak tertutup rapat.
Wajak kak Sandra terlihat yang paling cemas, raut wajahnya dipenuhi kesedihan, kekecawaan terhadap kedua orang tua kami.
“Mark mau kemana kamu?” kak Sandra bertanya ke Mark yang tiba-tiba berdiri. Namun Mark sama sekali tak perduli. Aku megikutinya dari belakang.
“Kamu yang gak becus jadi ibu yang baik!!”
“Kamu yang gak becus jadi seorang ayah!!”
Mereka saling menghina satu sama lain.
“Apa yang aku katakan pada keluarga dan teman-temanku kalo mereka tahu Sandra hamil? Mau ditaro dimana mukaku ini?” Mama berteriak frustasi.
“Kamu pikir kamu saja yang malu? Aku juga malu,” Papa melihat ke arah Mama penuh amarah.
“Bisakah kalian bersikap seperti layaknya orang tua yang baik. Di keluarga ini bukan kalian yang tersiksa tapi kami.” Mark berbicara di depan pintu.
Aku mendorong Mark agar masuk ke ruangan tersebut. Aku tak ingin kak Sandra mendengar lebih banyak lagi pertengkaran. Sudah cukup banyak yang dia dengar. Ku tutup rapat pintu dibelakangku.
“Jika kalian tak bisa layaknya orang tua. Maka lebih baik kalian tinggalkan rumah ini,” Mark berbicara tegas dan menatap langsung ke arah Papa dan Mama.
“Hai siapa yang mengajarimu? Ini rumah kami!” kali ini Papa membalas tatapan Mark.
“Ini bukan rumah kalian, ini rumah eyang dan eyang mewariskan rumah ini kepada kami bertiga, bukan kalian. Andai eyang masih hidup, kami yakin kalian gak akan tinggal selama ini,” ucapku keras.
“Gak cukup musibah yang menimpa kak Sandra, hah?” Mark menatap Papa dan Mama penuh kebencian. “Apa kalian gak bisa gak memikirkan diri sendiri? Apa kalian gak bisa memikirkan masa depan kak Sandra? Bagaimana dia melalui 9 bulan nanti dengan anak yang dikandungnya?” lanjutnya.
“Gugurkan saja,” ucap Mama santai.
Kami semua langsung menatap ke arah Mama. “Gugurkan!!!!” aku dan Mark teriak bersamaan.
“Ya gugurkan saja,” kali ini Papa menimpali dengan tegas. Baru kali ini keduanya memiliki kesamaan. Papa melirik Mama. Seulas senyum terukir di wajah Mama dan Papa.
“Kalian memang orang tua konyol,” ku tahan suaraku.
“Ya untuk apa mempertahankan anak haram itu. Hanya membuat kami malu saja. Mau ditaro dimana muka kami? Dia itu telah mencoreng nama keluarga Alvaro dengan hamil di luar nikah” dengan mudahnya Papa membalas perkataanku.
“Kalian memang orang tua tak bermoral. Tega-teganya kalian memikirkan diri kalian tanpa memperhatikan keadaan kak Sandra?” Mark menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya apa yang didengarnya.
“Kak Sandra mencoreng nama keluarga? Apa Papa tidak ingat kenapa hal ini sampai terjadi?” kataku ke Papa. Papa membeku dengan perkataanku.
“Bukan kami yang sudah mencoreng nama keluarga Alvaro. Tapi kalian dengan pola hidup kalianlah yang telah merusaknya. Eyang pasti malu mempunyai anak dan menantu seperti kalian. Percuma kalian hidup di dunia ini, hidup kalian tidak berguna,” kuluapkan amarah yang selama ini ku simpan.
Ya sudah lama aku ingin mengeluarkan semuanya. Kini saat yang ku nantikan tiba. Tak henti-hentinya aku dan Mark memaki dan mencemooh orang tua kami. Kami sadar bahwa kami tak boleh bersikap seperti itu.
Mbok Nah yang selalu mengajari tata krama pada kami. Terkadang di sela-sela pelajaran tersebut Mbok Nah selalu membuat kelakar yang membuat kami tertawa hingga terpingka-pingkal sampa tak mampu berdiri.
Malam harinya Mbok Nah selalu mengunjungi kamar kami satu per satu. Aku lah yang paling terakhir dikunjungi Mbok Nah. Kadang ku lihat Mbok Nah menangis menatap kami.
“Sudah kalian anak kecil tau apa kalian tentang hidup?” suara Papa membuyarkan lamunanku.
“Kami memang anak kecil. Pengalaman hidup kamipun tak sebanyak kalian. Tapi kalian sadar apa yan kami lakukan adalah cermin dari diri kalian sendiri. Kami meniru apa yang kalian lakukan. Kami melakukan semuanya hanya ingin mendapat perhatian kalian. Apa kalian gak pernah sadar hal itu?” kutatap wajah Papa dan Mama bergantian untuk menemuka sebuah kesadaran dalam diri mereka. Namun hal tersebut sia-sia. Karena yang terlihat hanya orang tua yang benar-benar tak perduli.
Entah kejadian apalagi yang dapat membuat mereka sadar akan kesalahan mereka selama ini.
“Mas Kian.... Mas Mark.....” teriak Mbo Nah dari luar ruangan.
Aku dan Mark berlomba untuk membuka pintu. “Ada apa Mbok?” tanyaku dan Mark bersamaan.
“Mba Sandra, Mas.... Mba Sandra.... “ Mbok Nah sangat gugup hingga tak mampu menyelesaikan perkataannya.
“Hai Nah gak usah terlalu sedih begitu. Kenapa sama Sandra?” tanya Mama sinis.
“Mba Sandra bunuh diri,”

****

11 komentar:

Unknown mengatakan...

Hiks tega bgt org tua bgtu,stres :(( lanjtkan mba fathy,heheh

Anonim mengatakan...

mba Fathy,,,,,,,aq SETUJU sa Rena....

LANJUTKAN !!!!! *Gaya SBY*

anakcantik(Santhy Agatha) mengatakan...

aku makin emosi membacanyaaa huwaaa itu orang tua si mama dan papa kalo ketemu pasti kulempari batu diam2 biar babak belur *berucap sambil marah dan ngos2an* hihihihihi

Unknown mengatakan...

aku mah ga sabar nunggu lanjutannyaaaa.....
mba Fathyyy ayo di lanjutkann.. hehehehe

naoki anxiantha citra mengatakan...

itu orang tua kandung?
Geleng2 aja,,,

#mb fathy next chapterny kpn?

Unknown mengatakan...

Aku di omelin and di ejek sama mama dan adikku gara-gara baca ini sembari keluarin air mata !!! Kapan lanjutan yah !!!
Harus sedia tisyu nih !!!!!

Shin Haido mengatakan...

moodku langsung jd galau sist habis baca bab 2 mu. huauauha.. benci..benci.. benciii.......... kenapa ada orang tua seperti itu. grr...grr...gr...

Lucy mengatakan...

lanjutkan,,,,,,,,jargon sby hehehehe ("⌒∇⌒")

Fathy mengatakan...

@all : bab 3 nya dah dkrm ke cherry jadi tinggal tunggu yah....
@naoki : disini mereka memang ortu kandung
@fransisca : skrg g usah pake tisyu lgi kok
@mba santhy : jgn nyasar k aku y mba hehehehe
@mba shin : kalo bab 3 g bikin galau kan hehehe

Unknown mengatakan...

hiksss sebel ama ortunyaaaa

amanda qadira mengatakan...

kasian banget ya jadi anak2nya dasar orang tua gk tau diri,udah dkasih anak malah disia2in....
bnyak kali yg kpengen pnya anak tp gk seberuntung itu,mereka seharusnya bsyukur sm tuhan msh dititipin anak.....jd kesel aku*klw ktmu ntar aku tonjok2*