BAB 5
Kondisi kak Sandra berangsur-angsur pulih. Oleh
karenanya dokter memperbolehkan kak Sandra pulang.
"Welcome home!!!!" Sambut Mark yang memang
sengaja tak ikut. Dia ingin membuat suasana yang berbeda agar kak Sandra tak
perlu lagi mengingat kejadian yang dialaminya.
"Mark turunkan aku!!!!" Teriak kak Sandra
terkejut karena tiba-tiba Mark mengangkat tubuhnya.
"Percuma kamu memberontak kak, aku gak akan
menurunkan kamu," kata Mark yang tertawa melihat raut wajah kak Sandra
yang memerah.
"Mark, aku gak mau ngomong sama kamu kalo kamu
gak mau nurunin aku sekarang!!!" Teriak kak Sandra lagi kali ini dia
memasang muka marah.
Usaha kak Sandra sia-sia karena aku, Mark dan Mbok Nah
makin tertawa, keras. Kak Sandra tak dapat lagi menyembunyikan keinginannya
untuk ikut tertawa. Mark dengan sigap membawa kak Sandra ke kamarnya.
"Gimana suka gak sama kamar barumu?" Tanya
Mark saat tiba di kamar kak Sandra. Kak Sandra melihat ke sekeliling kamarnya
yang telah banyak kami rubah.
"Mark tolong turunkan aku," pintanya lirih.
Kak Sandra masuk ke kamarnya memandangi seluruh ruangan dengan penuh tanya.
Matanya terlihat sedih ketika barang-barang yang dulu menghiasi kamarnya sudah
tak ada lagi.
"Aku suka cuma aku bakal kangen...." Kak
Sandra tak ingin melanjutkan kata-katanya.
"Kangen apa kak?" Tanyaku pelan.
"Ah sudahlah lupakan saja," jawab kak Sandra
cepat. "Kemarilah," kak Sandra mengulurkan tangannya kepadaku dan
Mark. Kak Sandra memeluk kami erat.
"Aku lapar," Mark berceloteh di saat kami
berpelukan. "Mark, kamu ini apa-apaan sih laperan trus, perutmu isinya apa
sih?" Aku mengejek Mark. "Yah kamu, Ki. Serius deh aku laper
banget," Mark mengelus-elus perutnya.
Kak Sandra tertawa melihat tingkah Mark yang memang
tak pernah kenyang. "Udah lah yuk
kita ke bawah, aku juga lapar," ujar kak Sandra yang tak bisa berhenti
tertawa. "Nah kaya kak Sandra dong Kian. Dia mengerti banget sama
aku," Mark sangat senang mendapat dukungan dari kak Sandra. "Dasar
perut karet," ejekku lagi.
Kamipun bergegas keluar kamar kak Sandra. "Eits
tapi aku gak mau digendong lagi ya Mark," kak Sandra memperingatkan Mark.
"Aku juga gak kuat kak kalo harus mengangkatmu sekarang," canda Mark.
****
Seminggu setelah kak Sandra keluar dari rumah sakit.
Om Marcus ternyata sudah membuat laporan
kejadian yang menimpa kak Sandra. Om Marcus mengurus semuanya sendiri tanpa
kedua orangtuaku, karena dia menganggap kalau orang tuaku hanya merepotkannya.
Sekali-kali om Marcus mengajakku ke kepolisian. Aku
ditugaskan menjaga kak Sandra agar dia tidak menjadi kecil hati.
Namun apa yang kami rencanakan tak semulus yang kami
duga. Orang-orang yang memperkosa kak Sandra ternyata mempunyai link ke
berbagai orang penting di pengadilan. Sehingga kami menemui banyak kesulitan.
Pemberitaan tentang kak Sandra telah dimanipulasi sehingga
kebenaran dari cerita sebenarnya tak banyak yang tau. Keluarga kami pun banyak
menerima teror supaya kami menghentikan segala tuntutan kami. Dari teror ringan
sampai ancaman pembunuhan terhadap kak Sandra. Hal ini membuat om Marcus
semakin geram.
"Inilah kalau kalian memperkarakannya. Sudah ku
bilang lebih baik gugurkan saja," papa mencibir ke arah kami.
"Teddy kalau kamu gak mau memperjuangkan nasib
anakmu, pergi dari ruangan ini," om Marcus berusaha untuk menahan
emosinya.
“Aku
rasa yang dikatakan Teddy ada benarnya,” ucap mama yang belakangan entah
mengapa selalu saja mendukung papa dalam segala hal. Senang melihat mereka bisa
kompak tapi sekaligus sedih karena yang mereka
lakukan bukanlah mendukung kami.
“Teddy,
Frida, aku menghargaimu karena kalian orang tua dari keponakan-keponakanku.
Kalo kalian memang gak mau mendukung kami, tutup mulut kalian atau pergilah
dari ruangan ini,” ucap tante Dira sarkastis.
“Okey....
okey...” Ujar mama
dan papa bersamaan.
****
Sebulan
sudah kami melaporkan kedua teman papa ke kepolisian. Namun rupanya kasus
tersebut tak mengalami kemajuan apa-apa, bahkan hanya diam di tempat.
Walaupun
kami berasal dari keluarga berada,
kami tak mau membayar polisi ataupun
hakim agar masalah kami cepat seleai. Karena dengan memberi mereka uang, kami tak yakin orang-orang tersebut medapatkan
hukuman yang setimpal.
Kami tak
mau membuang-buang uang kami untuk orang-orang yang hanya mementingkan harta di
atas segala-galanya.
Pemberitaan
lama kelamaan jauh dari kenyataan sebenarnya. Walaupun banyak wartawan yang
datang, hal tersebut tak membantu kami mengungkapkan kebenaran. Kak Sandra
malah dituduh hanya mencari ketenaran semata.
Teror datang ke keluargaku secara bertubi-tubi, hampir
setiap hari ada saja telepon dari orang tak dikenal yang menanyakan kak sandra.
Dari teror yang paling sederhana hingga teror untuk membunuh keluargaku,
khususnya kak Sandra. Hal ini yang membuatku makin khawatir akan dirinya.
Pada
akhirnya aku dan Mark membantu om Marcus dan tante Dira untuk mengusut kasus
ini.
Hal ini
membuat kondisi kejiwaan kak Sandra makin menurun. Kak Sandra jadi makin sering
berdiam diri di kamarnya. Mbok Nah sering ku mintai tolong untuk menemani kak
Sandra saat dia terjaga maupun tertidur.
Aku tak mau jika kak Sandra merasa sendirian. Jika aku dan Mark
mempunyai waktu kosong, maka kamilah yang menemani kak Sandra.
****
Walaupun
kak Sandra mengandung anak hasil perkosaan, dia tak pernah sekalipun berfikir
untuk menggugurkan anak tersebut. Dia sungguh menyayanginya dengan sepenuh
hati. Kak Sandra sering membacakan buku cerita untuk anak dalam kandungannya.
Segala
aktivitas kak Sandrapun sangat kami batasi. Bukan karena malu tapi kami menjaga
kondisi kak Sandra yang masih terpuruk.
Di kampusnya kak Sandra tak pelak mendapat cemooh dari
orang-orang yang tak mengenal dirinya. Siapakah Sandra Alvaro? Bagaimanakah
Sandra Alvaro?
Apa yang
kami lakukan rupanya tak bisa mengalihkan perhatian kak Sandra. Yang aku
takutkan adalah kak Sandra mencoba
untuk bunuh diri lagi.
Kekhawatiran
bahwa kak Sandra melakukan percobaan bunuh diri tidak menjadi kenyataan. Rupanya kini kak Sandra lebih kuat menghadapinya pikirku.
Perkiraanku
kali ini pun meleset. Karena ternyata kondisi kejiwaan kak Sandralah yang
terguncang. Hal
ini mengakibatkan ia jadi sering murung dan menutup diri dari kami. Dia sudah
tidak mau jika aku, Mark ataupun Mbok Nah menemaninya tidur.
Tuhan jika ini adalah hukuman
untuk kedua orang tuaku, mengapa ENGKAU menjatuhkannya kepada kak Sandra?
Kenapa tak KAU biarkan mereka atau aku
dan Mark yang merasakan hukuman dari-MU, Tuhan? tanyaku dalam hati. Hatiku
perih melihat keadaan kak Sandra sekarang.
****
“Om, aku
ingin membawa kak Sandra ke psikiater,” kataku suatu hari pada om Marcus.
“Apa
yang terjadi?” tanya om Marcus cemas.
“Gak ada
apa-apa om, aku hanya berjaga-jaga aja,” jelasku tak ingin membuat om Marcus
tambah cemas.
“Baiklah.
Minta tolonglah pada tante Diramu untuk mencarikan psikiater yang terbaik untuk
kak Sandra,” ujar om Marcus dari sebrang telpon.
“Baik
om,” kataku singkat.
“Oh ya
Kian mengenai biaya, om akan....”
“Jangan
khawatir om. Aku rasa warisan kakek untukku lebih dari cukup untuk membiayai
pengobatan kak Sandra,” potongku
cepat.
Aku
sudah tak ingin membebani
om Marrcus lagi.
Dia sudah terlalu banyak membantu keluargaku. Hanya masalah biaya, aku ingin
menanggungnya sendiri.
“Kak,
kita ke rumah sakit yuk,” ajakku pada kak Sandra yang sedang memandang keluar
jendela dari kamarnya. Kak Sandra menoleh padaku tapi dengan cepatnya dia
memandang keluar jendela lagi. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Matanya
menatap kosong.
“Mbok
tolong bantu kak Sandra
ganti pakaian yah,” pintaku pada Mbok Nah yang sedari tadi menemani kak Sandra.
“Baik,
Mas,”
“Nanti
kalo sudah selesai,
tolong antar kak Sandra ke mobil ya
mbok. Aku menunggunya di mobil,” kataku lagi.
Mbok Nah
mengangguk. Mbok Nah mengajak kak Sandra untuk berganti pakaian. Aku keluar
untuk mengganti pakaian. Mataku tertuju pada nampan yang berisi makanan.
Sarapan untuk kak Sandra pagi tadi tak disentuhnya sedikitpun. Mbok Nah tak
berani untuk memaksa kak Sandra. Karena jika dipaksakan Kak Sandra akan marah
besar.
****
Sebelum
ke rumah sakit, aku memberitahu tante Dira mengenai maksud kedatangan kami.
Sesampainya
di rumah sakit, kami dipertemukan dengan seorang psikiater terbaik di
rumah sakit tersebut, dokter Carlos namanya.
Pertemuan
pertama kak Sandra belum mau untuk berbicara dengan dokter tersebut. Kak Sandra
hanya memutar kursi yang di dudukinya. Tingkahnya sungguh seperti anak kecil
kecuali tubuhnya yang sudah beranjak dewasa.
“Dokter
di dalam perutku ada bayinya, dokter tau?” ucap kak Sandra.
“Oh ya?”
tanya dokter Carlos berpura-pura tertarik dengan ucapan kak Sandra.
“Dokter
tau gak?!!!” teriak kak Sandra tiba-tiba.
“Saya
gak tau Sandra bisakah kamu menceritakannya?” tanya dokter Carlos.
“Dokter
apa kamu ini, hah? Masa gak tau sih. Dasar kamu ini dokter gak berguna!!!” kak
Sandra terlihat sangat marah.
“Kian,
aku mau pulang. Ngapain kamu membawaku ke dokter ini,” suara kak Sandra meninggi.
“Baik
kak,” aku menyetujui perkataan kak Sandra.
Dokter
Carlos mencoba untuk berbicara dengan kak Sandra tapi aku melarangnya. Aku gak
mau liat kak Sandra mengamuk di rumah sakit.
Hari
demi hari kak Sandra tak mau lagi untuk dibawa ke rumah sakit. Aku tak tega
untuk membawanya ke rumah sakit secara paksa. Padahal papa dan mama sudah
bersiap dengan segala kemungkinan.
Saat kak
Sandra sedang dalam kondisi yang paling membuatnya terpuruk hanya Mbok Nah lah
yang dapat membuatnya tenang, nyaman. Hanya dengan sebuah pelukan dan kasih
sayang tulus yang diberikan Mbok Nah.
Hal ini
tentu sedikit mengusik jiwa mamaku. Mama sebagai seorang ibu yang melahirkan
tak dapat membuat kak Sandra tenang. Sering ku pergoki mama pergi ke kamar kak
Sandra hanya untuk mengucapkan selamat malam atau hanya memberi sebuah kecupan
di keningnya.
Tak
jarang pula mama mengelus lembut perut kak Sandra. Jika sedang melakukannya,
mama meneteskan air matanya.
“Maafkan
mama, Sandra. Mama sudah terlalu jahat sama kalian, mama tak pernah memberikan
perhatian dan kasih sayang mama untuk kalian. Tapi mama sayang sama kalian,
mama cinta kalian,” ucap mama suatu malam saat semua orang sudah tertidur di
kamarnya.
Walau
telat, mama menyadari kesalahannya tapi aku bahagia. Lebih baik telat daripada
tidak sama sekali.
****
“Ma, Pa,
aku ingin membawa pergi kak Sandra dari negara ini,” kataku saat aku, Mark,
mama dan papa berkumpul.
“Apa
maksudmu, Kian?” tanya papa tak mengerti.
“Aku
ingin membawa kak Sandra ke luar negeri. Aku ingin kak Sandra melupakan semua
yang terjadi. Aku ingin agar kak Sandra tak lagi menjadi bahan berita murahan,
pa,” jelasku.
Mama
hanya bisa terdiam melihat tekadku. Tapi di matanya dapat kutemukan kalimat
persetujuannya.
“Kemana
kamu akan membawanya? Kamu pikir kamu bisa merawatnya? Gak semudah itu, Kian.
Siapa yang membantumu untuk merawatnya? Dimana kamu akan tinggal?” tanya papa
yang tak percaya jika aku
dapat merawat kak Sandra.
“Aku
akan membawa kak Sandra ke London. Aku juga akan membawa Mbok Nah bersama kami.
Pertama mungkin aku akan menginap di rumah om Leo selama beberapa hari sebelum
aku menemukan sebuah apartemen untuk ku tempati. Aku tak perduli kalian setuju
atau tidak,” jelasku
“Memang
kamu punya uang berapa banyak sih Kian? Apa yang kamu kerjakan untuk menghasilkan
uang? Darimana uangmu, Kian?” papa benar-benar merendahkanku.
“Papa
ingat kakek pernah mengajarkanku cara berbisnisnya? Aku masih ingat hingga saat
ini. Aku akan menjual beberapa persen sahamku untuk modal hidupku di London dan
modal awal usahaku. Om Leo pun selama ini telah mengajakku berbisnis
kecil-kecilan di London. Jadi aku mengenal beberapa pengusaha,” jelasku.
Mama
menggenggam tangan papa ketika papa akan membuka mulutnya. “Kami setuju Kian,”
kata mama yakin. “Sudahlah Ted, biarkan Kian melakukan yang terbaik untuknya,”
ucap mama ke papa.
“Okey
okey. Tapi jika terjadi sesuatu terhadap kalian semua, jangan salahkan kami,”
ancam papa. Aku mengangguk mendengarnya.
****
Restu
dari kedua orang tuaku dan Mark sudah ku kantongi. Begitu pula restu dari om
Marcus dan tante Dira.
Aku
melangkah penuh kepastian untuk pergi ke
London bersama kak Sandra dan Mbok Nah. Mark memutuskan akan tinggal selama
beberapa hari bersama kami. Memastikan kak Sandra akan aman sampai tujuan.
Sampai
ketemu tanah airku tercinta. Suatu saat aku akan datang kembali dengan penuh
kebahagiaan, tak akan ada lagi kesedihan. Saat kak Sandra sudah tak ingat lagi
tentang semua kejadian buruk yang menimpanya. Saat semua orang sudah melupakan
Sandra Alvaro korban pemerkosaan yang terabaikan akibat hukum yang dapat
dibeli.
5 komentar:
Sedih liat sandra ky gitu #sambil peluk.. Semangat Kian n mark buat jagain sandra..suka ma critanya... :)
Mb cherry,kalo bisa ditampilin link buat ke bab sblumnya yaa..
Atau kaya di pornov gt.
Agak susah kalo liat dr hp nyari bab sebelumnya :)
Baguuusss :D
Ngga,ada di wattpad kak?
Ngga,ada di wattpad kak?
Posting Komentar