Selasa, 04 Desember 2012

I Found You in London -03-


BAB 3


“Bunuh diri!!!!” teriak kami berempat. Kali ini Mama dan Papa tak kalah terkejut denganku.
Bagai tersambar petir di siang hari mendengar kata-kata Mbok Nah. Aku dan Mark cepat-cepat pergi ke kamar kak Sandra. Mama, Papa dan Mbok Nah mengikuti kami di belakang.
“Kak Sandra!!!” pelukku ketika melihat kak Sandra yang wajahnya telah memucat, darah mengalir dari pergelangan tangan kiri kak Sandra.
“Kenapa begini Mbok? Kenapa kak Sandra bisa sampe bunuh diri Mbok? Mbok kemana?” Mark menuntut jawaban dari Mbok Nah.
“Ta... Tadi Mba Sandra minta dibuatkan sup, Mas. Mbok pergi ke dapur untuk menghangatkan supnya. Mbok balik kesini Mba Sandra udah ...” Mbok Nah tak mampu meneruskan kata-katanya.
“Mark gak usah dibahas sekarang, keluarkan mobil, kita bawa kak Sandra ke rumah sakit sekarang!” perintahkku cepat. Mark bergegas ke garasi dan mengeluarkan salah satu mobil yang ada di dalamnya.
“Papa ikut,” sergah Papa cepat saat aku berjalan keluar dari kamar.
Ku tengokkan kepalaku ke arah Papa dan Mama berdiri. Ku lihat mata Papa entah apa yang ada di dalamnya, aku tak sempat berfikir. Tapi saat ku lihat ke arah Mama, aku dapat melihat Mama memandang rendah kak Sandra.
“Nyawa Kak Sandra jauh lebih berharga dari nyawa Mama,” Mama tersentak ketika mendengar ucapanku. Mama tak menyangka kalo aku memperhatikannya.
Lalu lintas saat itu tak begitu ramai jadi Mark dapat dengan mudah mengemudikan mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Mbok Nah ikut dengan kami duduk di kursi belakang menjaga kak Sandra.
Mama dan Papa mengikuti kami dengan mobil lain. Mereka berada dalam satu mobil yang sama. Keajaiban mereka bisa dalam satu mobil tanpa bertengkar.
“M... Mbok... mau kemana kita?” suara Kak Sandra sedikit terjaga.
“Kakak, kakak sadar?? Kak Sandra, kita akan ke rumah sakit.” tak dapat ku hilangkan kekhawatiran dalam suaraku.
“ Ki... Kian... Mark... “
“Maafkan kakak gak bisa jadi kakak yang baik untuk kalian, kakak.... “ kak Sandra tak mampu  melanjutkan kata-katanya.
“Kak tolong simpan tenaga kakak,” pinta Mark dari balik kemudi.
Kak Sandra hanya mampu tersenyum getir mendengar permintaan Mark.

****

“Suster!!! Suster!!!” teriakku sesampainya di rumah sakit. Tak kuperdulikan puluhan mata memandangku aneh.
“Kian, Mark kenapa Sandra?” tanya seorang perawat yang menghampiri kami. Wajahnya terlihat sangat khawatir melihat kondisi kak Sandra.
“Tante Dira. Tante tolong selamatkan kak Sandra.” kataku ke perawat tersebut yang ternyata adalah Tante Dira, adik sepupu Mama.
Dari dulu hubungan mama dan tante Dira tak pernah akrab. Mama selalu menunjukkan sikap bermusuhan kepada tante Dira. Penyebabnya aku tak tau pasti kenapa mereka seperti itu? Yang aku dengar karena tante Dira selalu jauh lebih unggul dibandingkan Mama.
“Okey,”
Tante Dira mengarahkan kami ke ruang UGD.
Mark dan Mbok Nah menunggu di luar. Aku menemani kak Sandra yang sedang ditangani oleh seorang dokter dan tante Dira. Keadaan di ruang UGD saat itu terlihat sangat ramai karena baru saja ada tabrakan beruntun yang melibatkan beberapa kendaraan. 
Kak Sandra mendapat beberapa jahitan akibat dari sayatan yang sangat dalam di lengan kirinya.
“Kian, Sandra memerlukan darah. Persediaan darah di rumah sakit ini sudah habis. Kebetulan juga golongan darah Sandra jarang,” suara tante Dira terdengar panik saat menjelaskan padaku.
“Apa golongan darah kak Sandra, tante?”
“O. Tante tau siapa yang memiliki golongangan darah tersebut dalam keluargamu. Dan orang itu ada di luar,” tentu saja tante Dira sangat mengetahui golongan darah kami sekeluarga. Karena beliaulah yang selalu mengecek kesehatan kami
“Siapa tante?” tanyaku antusias.
“Mamamu,” jawabnya
Mendangar jawaban tante Dira membuatku tak semangat. Mama apa mau dia mendonorkan darahnya? Tanyaku dalam hati.
“Cobalah dulu Kian. Bicaralah baik-baik dengan Mamamu. Pihak rumah sakit juga berusaha,” tante Dira paham betul tentang kekhawatiran yang terlihat di mataku.
“Aku coba,”
“Oh ya tante sudah menghubungi om Marcus, dia sedang dalam perjalanan kesini. Tante rasa om Marcus dapat membantu berbicara dengan mamamu," lanjut tante Dira.
Ku anggukkan kepalaku. Ya hanya om Marcus sekarang yang dapat membantu kami. Om Marcus adalah kakak kandung Mama. Mama sangat takut padanya.
Om Marcus orangnya tak banyak bicara. Beliau mempunyai tulang pipi menonjol, alisnya tebal, hidungnya mancung, wajahnya keras. Badannya tegak, dadanya berbidang, suaranya berat. Tubuh om Marcus luar biasa sempurna. Semua beliau dapatkan dari pelatihan di militer. Kini om Marcus tak lagi di militer. Namun tubuhnya  masih tetap sama. Sepertinya om Marcus diciptakan dengan segala keindahan bentuk tubuhnya.

****

"Apa? Mendonorkan darah!!!" Mama terkejut mendengar permintaanku.
"Ya Ma. Tante Dira bilang golongan darah Mama sama dengan kak Sandra," jelasku.
"Dira gak bisa dia jaga mulutnya," kata Mama sinis membayangkan wajah tante Dira.
"Ma untuk kali ini ku mohon. Bantu kak Sandra, hanya Mama yang dapat membantunya," kali ini sengaja kurendahkan suaraku.
"Ma, ku mohon. Jadilah orang tua yang berguna bagi kami. Buat kami bangga mempunyai Mama sepertimu," aku merajuk pada Mama.
"Seharusnya kalian bangga mempunyai Mama sepertiku..."
“Kian cepatlah! Kondisi kak Sandra menurun,” teriak tante Dira dari arah depan pintu.
"Ma, ku mohon ...." kali ini aku berlutut di depan Mama. Ku cium kaki Mama, tak kuperdulikan harga diriku kini yang terpenting sekarang adalah menolong nyawa kak Sandra.
Pembicaraan dengan Mama hanya beberapa menit. Beberapa menit yang berharga untuk bisa menyelamatkan nyawa kak Sandra.
“Okey... Okey, aku akan mendonorkan darahku,” Mama meyerah entah apapun alasannya. Mungkin karena kegigihanku atau mungkin karena Mama tidak mau terlihat sebagai orang tua yang tidak bertanggung jawab di depan tante Dira. Apapun itu aku bersyukur karena akhirnya Mama mau mendonorkan darahnya.
“Huffftttt untunglah akhirnya kamu mau menyumbangkan darahmu, Fida. Kalo tidak mungkin aku terpaksa menyeretmu,” suara seseorang bersamaan dengan suara pintu terbuka.
Mama dan aku serentak melihat asal suara tersebut. "Marcus??" Tanya Mama tak percaya melihat kedatangan om Marcus. Raut wajah Mama sekarang mendadak berubah. Wajahnya pucat seperti tak ada darah yang mengalir. Sementara om Marcus terlihat sangat geram dengan sikap Mama.
"Om," sapaku singkat.
"Siapa yang memberitahumu?" Tanya Mama heran.
"Aku," tante Dira menjawab dari belakang tubuh om Marcus. Ya tubuh tante Dira sangat mungil kontras dengan tubuh om Marcus. Sehingga tampak seolah-olah tante Dira bersembunyi dibalik tubuh om Marcus.
"Ah sudah kuduga,” sebuah senyum palsu diperlihatkan Mama.
“Aku gak sekejam yang kau bayangkan Marcus. Aku gak kan tega membiarkan anakku mati begitu saja,” ucap Mama berusaha menghindari om Marcus untuk bericara lebih banyak lagi.
“Baguslah. Setidaknya kali ini kamu bisa menjadi orang tua yang berguna untuk anak-anakmu,” ejek om Marcus.
Om Marcus dan Mama saling memandang penuh dengan tanya dan kebencian. Om Marcus dapat mengintimadasi hanya dengan tatapannya. Pertengkaran diantara mereka selalu dilerai oleh tante Dira. Mama jarang terlihat akrab dengan keluarganya, termasuk om Marcus. Satu-satunya keluarga yang dekat dengan Mama adalah tante Carla, kakak tante Dira. Mungkin karena mereka mempunyai hobi yang sama. Bahkan kehidupan keluarganyapun tak jauh berbeda.
Bedanya hanya satu, suami tante Carla, om Daniel sangat menyayangi keluarganya. Dia adalah figur seorang ayah yang sangat baik. beruntung kedua sepupuku, Michael dan Marla mempunyai om Daniel yang dapat mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh tante Carla.
“Mari ku antarkan ke ruangan transfusi,” ajak tante Dira ke Mama.
Tante Dira dan om Marcus berjalan di depan kami. Aku dan Mama mengikuti dari belakang.
Mama ditemani tante Dira pergi untuk melakukan transfusi darah.
“Yah akhirnya nyawamu bisa terselamatkan kak,” batinku berbisik.
Sebenarnya transfusi darah hanya berlangsung kurang lebih 15 menit. Tapi karena harus ada pemeriksaan pada Mama terlebih dahulu maka transfusi dilakukan dalam waktu yang agak lama.
Aku melihat dari jarak tertentu, Mama berbaring terpisah dengan kak Sandra. Entah karena pertalian darah kami tapi saat transfusi dilakukan Mama terlihat sangat menyayangi kak Sandra. Sungguh sangat kontras perasaan yang diperlihatkan Mama saat di rumah dan saat berbicara denganku tadi.
“Oh kak seandainya kamu dapat melihat Mama saat ini, kau pasti bahagia, Mama menyayangimu, kak,” kataku tak bersuara.
Setelah transfusi darah, Mama tertidur karena lelah. Wajah Mama terlihat sangat muda, tenang. Aku senang mengamati wajah Mama ketika tertidur.

***** 

2 komentar:

Anonim mengatakan...

yagh........alhamdulillah nyokapnya sadar,,,even hanya sedikit,,,

LANJUTKAN terus mba Fathyy....
kami MENDUKUNGMUUUUU!!!

MERDEKA !!!!

Fathy mengatakan...

kita lagi 17 agustusan ya??

mudah2n ibunya beubah
xixixixi