BAB 4
Kak
Sandra sudah dipindahkan ke kamar rawat inap. Aku berharap darah yang
didonorkan Mama tak akan sia-sia.
“Tidurlah, Kian," suruh om Marcus. Aku hanya menggeleng.
Tak ingin sedetikpun aku meninggalkan kak Sandra.
"Kian, om mengerti tapi tubuhmu butuh
istirahat," kali ini om Marcus memegang pundakku. Ku tengok ke arah om
Marcus. Baru akan ku buka mulutku tapi om Marcus sudah memotong terlebih
dahulu, "Jangan berdebat dengan om sekarang. Karena om yakin kamulah yang
akan kalah," canda om padaku.
Akhirnya ku menyerah dengan keinginan om. Ku
langkahkan kakiku ke arah sofa yang terlihat sangat nyaman.
Di atas sofa itu Mark sudah tertidur pulas.
Kubaringkan
tubuhku di dekat tubuh Mark. Ku coba
untuk memejamkan mataku. Walau terasa sangat mengantuk namun aku tak kunjung
jua untuk tertidur.
Kurang
lebih dua jam aku berjuang agar bisa tertidur. Akhirnya aku tertidur pukul dua
belas malam. Rasa lelahku mengalahkan
tekadku untuk tetap terjaga.
“Lepaskan
dia!!! Lepaskan dia!!!”
“Kian
sadarlah... Kian... Kian....” om Marcus menepuk-nepuk pipiku agak keras ketika
aku tak terbangun juga dari
tidurku.
Aku
terbangun dari tidurku. Badanku penuh dengan keringat sebesar biji jagung, nafasku
tersengal-sengal tak beraturan, dadaku
naik turun dengan cepat.
Aku seperti orang yang sudah lari ratusan mil.
Mark yang ada disampingku ikut terbangun juga. Rupanya
teriakanku sangat keras.
“Kenapa
Kian?” tanya om Marcus menatapku
bingung. Ku gelengkan kepalaku. Karena aku tak juga menjawabnya, om Marcus hanya diam.
“Baiklah
sekarang cuci mukamu,” perintah om Marcus.
Aku
berjalan lemah ke kamar mandi.
Lama ku berfikir di dalam kamar mandi. Jangan sampai om Marcus tau yang
sebenarnya apa yang terjadi dengan kak Sandra.
Om
Marcus orang yang sangat emosional dan ekspresionis. Dia mampu melakukan apapun
demi kami, keponakan-keponakan tercintanya.
****
“Om
tidurlah. Aku yang menjaga kak Sandra sekarang,” kataku saat berada disamping
tempat tidur kak Sandra.
“Kita
akan menjaganya bersama-sama,” ucap om Marcus menatap kak Sandra pedih.
Aku tak
bisa membantah kata-kata om Marcus. Karena aku tau alasan kenapa dia rela
menjaga kak Sandra. Selain karena om Marcus, kakak dari mamaku. Kak Sandra
mengingatkan dirinya dengan putri semata wayangnya, Leona.
Yah
Leona seumuran dengan kak Sandra apabila dia masih hidup. Leona dan istri om
Marcus meninggal beberapa tahun yang lalu. Mereka meninggal berkaitan dengan
pekerjaan om Marcus sebagai intelejen pemerintah. Entah bagaimana data mengenai
keluarga om Marcus bocor.
Sebenarnya
om Marcus sudah berusaha agar mereka tidak terlibat. Namun musuh-musuh om
Marcus sudah selangkah lebih dahulu. Ketika om Marcus tiba di rumah, om Marcus
menemukan istrinya meninggal akibat serangan di kepalanya.
Sementara
Leona sebelum meninggal diperkosa terlebih dahulu. Setelah mereka puas, mereka
membunuhnya secara kejam, dengan menyayat urat nadi di kedua pergelangan tangan
Leona. Butuh waktu yang lama untuk menyembuhkan luka batin om Marcus.
Kini
bila dia mengetahui apa yang terjadi dengan kak Sandra, kenangan itu akan
bangkit kembali. Dan dapat dipastikan
Om
Marcus akan berubah menjadi seseorang yang sangat berbeda. Seseorang yang tak kan kenal ampun untuk melampiaskan
emosinya.
****
Aku
terbangun dari tidurku ketika sebuah tangan membelai lembut rambutku. Dengan
mata sedikit terbuka, aku melihat ke tempat kak Sandra terbaring. Senyum
pertamanya berkembang di bibirnya yang indah. Ku genggam dan tak henti-hentinya
kucium tangan yang telah membangunkanku. Airmata bahagia menetes dari mataku.
“Hai,,,,”
kata pertama kak Sandra setelah siuman.
“Hai,”
balasku dengan penuh kebahagiaan.
“Om,
Mark, Mbok Nah,,,,” panggilku membangunkan semua yang ada di kamar kak Sandra.
“Ada apa
sih Kian? Kamu gila yah jam 3 pagi teriak-teriak!” protes Mark yang merasa
terganggu tidurnya.
Mbok Nah
terdiam, dia menarik-narik tangan Mark.
“Sekarang
kamu, Mbok? Ada apa tiba-tiba bisu gitu?” protes Mark lagi.
“Mba
Sandra, mas....” Mbok Nah terlalu senang sampai tak mampu melanjutkan
kata-katanya.
“Ada apa
dengan kak Sandra? Mbok, jawab aku!!!” kepanikan muncul di wajah Mark ketika
Mbok Nah mendadak gugup,
“Mba
Sandra sadar, mas,” akhirnya suara Mbok Nah keluar.
Mark
langsung memalingkan wajahnya. Dilihatnya kak Sandra yang tersenyum melihat Mbok Nah dan Mark.
“Kak,
aku seneng kamu udah siuman,” ujar Mark saat berada di dekat kak Sandra. Erat
dipeluknya kak Sandra. Airmata bahagia Mark akhirnya keluar juga. “Jangan
pernah mengulanginya lagi!” ancam Mark di telinga kak Sandra. Kak Sandra
terkikik mendengar ancaman Mark.
Saat
Mark melepaskan pelukannya, kak Sandra menjulurkan tangannya ke arah Mbok Nah.
Mbok Nah
menghampiri kak Sandra. Saat berada disamping kak Sandra, Mbok Nah hanya
terdiam. “Gak kangen sama aku, Mbok?” canda kak Sandra. Mbok Nah tersenyum
mendengarnya. Diraihnya tangan kak Sandra, kak Sandra menarik Mbok Nah dan
memeluknya. “Maafkan aku membuat kamu khawatir ya Mbok,” bisik kak Sandra di
telinga Mbok Nah. Mbok Nah menggelengkan kepalanya.
Kak
Sandra membeku ketika dia melihat di belakangku berdiri om Marcus. Om Marcus
baru saja kembali dari toilet. Perasaan senang, sedih, takut, cemas, kangen
bercampur aduk di mata kak Sandra.
“Om,”
panggilnya lirih.
“Hai
flowy,” sapa om Marcus mendekat dan memeluknya. Kini airmata kak Sandra tak
terbendung lagi. “Husssttttt. Tenang flowy, om ada disini. Jangan menangis lagi
ya,” om Marcus berusaha menenangkan kak Sandra.
Mendengar
ucapan om Marcus bukan membuat kak Sandra berhenti tapi membuat airmatanya
terus mengalir. Om Marcus melepaskan pelukkannya. “Ada apa flowy?” tanya om
Marcus bingung. Kak Sandra berpaling ke arahku mencari jawaban. Ku gelengkan
kepalaku.
Setelah
mengetahui bahwa om Marcus belum mengetahui cerita tentang apa yang terjadi
dengannya kak Sandra menghapus air matanya.
“Ada apa
flowy?” ulang om Marcus.
“Gak ada
apa-apa om, aku hanya senang om disini,” kak Sandra berbohong pada om Marcus.
“Om juga
senang bisa bersamamu. Akan lebih senang lagi kalo kamu kembali sehat,” Om
Marcus berkata tulus dan tersenyum.
“Panggil
tantemu, Kian,” perintah om Marcus.
Aku
menelpon tante Dira yang kebetula sedang berjaga malam ini. Memberitahunya bila
kak Sandra sudah sadar.
****
“Hai
flowy!” sapa tante Dira saat memasuki ruangan, senyum khasnya pun tak lupa ia
sematkan.
“Hai
tante!” balas kak Sandra.
“Rupanya
kamu sudah sadar. Mari kita lihat keadaanmu sekarang yah. Nah tuan-tuan dan
mbok Nah bisakah kalian meninggalkan kami sebentar,” pinta tante Dira sopan.
“Bolehkah
Kian menemaniku disini tante?” tanya kak Sandra pelan. Ku lihat wajah kak
Sandra yang cemas. Kak Sandra juga memegang tanganku sangat erat.
“Tante
rasa Kian gak mau melihat tubuhmu ketika tante membuka bajumu saat tante
memeriksamu nanti,” ledek tante Dira dengan mengedipkan matanya padaku.
Kak
Sandra tersipu malu mendengar ledekkan tante Dira. Dilepaskannya tanganku.
“Semua
akan baik-baik saja,” janjiku di telinganya. Ku kecup lembut kening kak Sandra. “Terimakasih,”
suara kak Sandra sekarang sudah mulai tenang.
Kami pun
meninggalkan ruangan satu per satu. Meninggalkan tante Dira yang sedang
memeriksa kak Sandra.
****
“Tante
rasa tante berhak tau tentang yang terjadi denganmu, Sandra,” ujar tante Dira
saat memeriksa kak Sandra.
“T...
Ta... Tau a a apa tante?” tanya kak Sandra cemas.
“Ini dan
ini,” tante Sandra menunjuk ke arah tangan kak Sandra yang terluka setelah itu
berjalan ke arah perut kak Sandra.
Kak
Sandra diam, wajahnya pucat pasi, darahnya seperti meninggalkan wajahnya
mendengar ucapan tante Dira. Kak Sandra tertunduk malu.
“Sandra
sayang,” panggilnya lembut. Direngkuhnya tubuh kak Sandra dalam pelukkannya. Dibiarkan
kak Sandra menangis tanpa menjawab pertanyaannya.
“Maafkan
aku tante,” disela-sela tangisnya.
“Husstttt.....
Gak perlu minta maaf sayang. Tante hanya mau tau kenapa semuanya bisa terjadi? Karena yang tante tau,
kamu itu anak yang sangat bertanggung jawab," jelas tante Dira.
"Maaf aku gak bisa tante. Aku gak bisa, aku malu,
aku kotor,..."
Tante Dira melepaskan pelukannya. Diangkat dagu kak
Sandra dengan jari
telunjuk dan jempolnya. Ditatapnya dalam-dalam mata kak Sandra. Mencari jawaban
di dalamnya.
"Teman Papa yang melakukannya," bisik kak
Sandra lemah. Kak Sandra dan tante Dira saling memandang lama.
Hati tante Dira terasa perih mendengar pengakuan kak Sandra.
Kak
Sandra menceritakan seluruh kejadian yang menimpanya. Hingga reaksi yang
dikeluarkan oleh mama dan papa saat mengetahui tentang kehamilannya.
Pertengkaran aku dan Mark lakukan pada mama dan papapun tak luput dia
ceritakan.
Kak
Sandra nekad mengiris nadinya karena tak sanggup mendengar pertengkaran kami.
Dia merasa menjadi orang yang paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi.
“Tante,
Sandra mohon jangan cerita sama om Marcus,” pinta kak Sandra.
“Apa
yang gak boleh om dengar, Sandra?” tanya om Marcus yang menerjang masuk. Wajah
kak Sandra kini kembali pucat pasi.
Kami mengikutinya dari belakang dengan cemas.
“Sandra,
Kian, Mark dan kamu, Inah ceritkan padaku sekarang!” Bentak om Marcus menahan amarahnya.
Tangannya mengepal, rahangnya menjadi keras, tatapan matanya membara penuh
emosi.
“Marcus
hentikan!” suara tante Dira sedikit keras.
“Gimana
mereka mau bercerita kalo muka kamu seperti itu,” lanjut tante Dira.
Tante
Dira mengajak kami duduk di sofa minus kak Sandra yang harus beristirahat.
****
Keesokkan
paginya saat papa dan mama datang
ke rumah sakit. Om Marcus mengajak mereka secara paksa ke ruangan tante Dira
terlebih dahulu sebelum mereka melihat kak Dira.
Aku dapat membayangkan wajah kedua orangtuaku kini
saat mereka harus menghadapi kemarahan om Marcus.
Akhirnya mereka bertiga kembali ke ruangan, ku liat di
sudut mulut papa sedikit mengeluarkan darah.
"Pa, Ma,"
"Udah lebih baik kamu?" Tanya Mama dengan
wajah datar.
"Ya Ma," jawab kak Sandra dengan wajah
tertunduk.
"Lain kali kamu berbuat seperti itu lagi, aku gak
sudi menyumbangkan darahku lagi," jelas mama dengan nada sinis.
Kak Sandra menganguk. Om Marcus menatap mama seperti
singa kelaparan. Matanya penuh dengan amarah tertahan. "Tutup mulutmu,
Frida!" Bentak om Marcus.
"Ciss kamu ini Marcus gak bisa ya ngomong gak
pake bentak-bentak," Mama mulai kesal dengan sikap om Marcus yang selalu
memarahinya.
"Tutup mulutmu Frida, kamu memang pantas untuk
bentak. Mereka semua seperti anak tiri saja. Dasar kamu..." Om Marcus yang
telah menahan emosi mengangkat tangannya.
"Om jangan!!!!" Teriak Kak Sandra histeris.
Sementara bergegas ke tempat om Marcus berdiri untuk menahan tangan om Marcus.
Mama menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Papa gak berani untuk melawan om
Marcus.
****
"Marcus!!" Kini giliran tante Dira yang
berteriak.
Serentak kami melihat ke arah tante Dira. Walaupun
suara tante Dira sangat marah namun wajahnya terlihat sangat tenang.
"Kalian duduklah," ucap tante Dira menunjuk
ke arah sofa. Kami semua duduk bersamaan.
Tante Dira membuka pembicaraan terlebih dahulu.
Pembawaan tante Dira tenang dan lembut. Seolah-olah dia tak mempunyai emosi.
Tapi saat suasana menjadi tegang dan tak terkendali.
Tante Dira bisa menjadi seorang yang sangat tegas, suaranya bisa naik beberapa
oktaf. Siapapun tak kan berani membantah tante Dira bahkan om Marcus.
Malam ini tante Dira dan om Marcuslah yang banyak
berbicara. Papa dan mama hanyalah menjadi pendengar yang baik. Mereka seperti
kerbau dicucuk hidungnya hanya bisa mengangguk dan berkata
"ya".
Malam ini, kami mencapai kesepakatan. Kami semua akan
membawa hal ini ke jalur hukum. Apapun resikonya, kami akan siap menghadapinya.
Demi kak Sandra, orang yang kami sayangi.
10 komentar:
kok aku jd pengen Kak Sandra pacaran ama Om Markus ya sist? wkwkkwkw...
"Badanku penuh dengan keringat sebesar biji jagung," duh.. Kian.. kamu kok segitunya sih?? pori2 kulitmu besar banget pst tu ^__^ :peacee:
huaaaaaaaaaa mba masa keponakan sama om nya...
please mba mereka masih satu darah...
egede pohon jagung pori2nya
wkwkwkwkk
namanya cerita sist... yg bikin heboh justru cerita itu... ahhhaha.. pst seru.. "cinta terlarang" wkwkkw.
jgn2 pori2nya Kian bs ngeluarin buah jagung juga tuh.. bisa panen donk.. ^__^
berubah dong mba nti judul ceritanya....
yang ada aku nti dilemparin...
ya mba bsok kita panen jagung, mau ikut???
apa sih kita ini mba???
hahahaha lho gpp.. cerita dalam cerita. wkwkkw kita ini petani sebenernya, cuman krn paceklik.. terpaksa jd penulis.. wkwkw
huaaaaaa
mba jangan dong ah susah lagi nanti aku....
kepepet ya mba kita jadi penulis amatiran
hehee
hahaha ya udah, atur aja deh.. aku menunggu cerita bab baru2nya ;)
Aduh sesuatu bgt y om marcus nya,heheh
@mba shin : sippppp mba....
@rena : mau sama om marcusnya??
hehehehe
ahhhh aku makin penasaran sama kelanjutannya, cayyoo mba fathyy... aku tungguin terus kiriman emailnya... :) :)
Posting Komentar