Senin, 14 Januari 2013

Bad Memories

"Ya aku yang membakarnya," ujarku pada pria paruh baya yang duduk di balik meja besar berwarna coklat itu. Seluruh ruangan mendadak hening. "Dan aku tidak membutuhkan pengacara. Mungkin aku lebih baik tinggal di penjara dari pada di dalam rumah yang menjijikan itu." tambahku. Lagi-lagi semua orang tampak tercekat mendengar perkataanku. 

"Apa yang mendasarimu membakarnya?" tanya pria itu lagi. aku mengernyit. 

"Kebencian, dendam mungkin, atau kemarahan..." aku terdiam sejenak. "Atau mungkin mencari kepuasan," ujarku dengan senyuman manis yang anehnya membuat orang-orang di sampingku bergidik ketakutan. aku mendesah jijik pada mereka. 

Betapa munafiknya, betapa menyedihkannya hidup mereka!

"Lalu apa kini kau sudah mendapatkan kepuasan itu?" tanya pria itu lagi. aku memutar bola mataku kearahnya. 

"Sulit dijelaskan," bisikku sungguh-sungguh. "Tapi ya, rasanya aku cukup puas dengan semua itu." Aku tersenyum tipis. "Melihat rumah besar itu akhirnya hangus tampak begitu menyenangkan!"

"Tapi kau memiliki banyak kenangan di rumah itu," aku tidak yakin apakah wanita itu sungguh-sungguh mengucapkan pertanyaannya, karena sesaat kemudian ia tampak gugup seakan tidak sengaja melontarkan apa yang tengah ia pikirkan. 

Lagi-lagi aku tersenyum. "Ah nona, anda tidak tau bagaimana bahagianya dapat memusnahkan seluruh kenangan burukmu. Membakarnya dengan tegas. Melihatnya hangus di balik debu itu."

"Bagaimana dengan keluargamu?" tanyanya lagi. Aku mendelik. 

"Apa aku belum mengatakan jika keluargaku adalah bagian dari kenangan burukku?" 







1 komentar:

obat telat bulan mengatakan...

thank you very much for the information provided