Rabu, 02 Januari 2013

CINTA ITU


Aku berdiri menatap hujan, menyerah lelah karena tidak bisa menghitung tetesan itu. Samar-samar ku dengar petir mulai bersahut-sahutan, menemani hujan yang kian membesar. 

Aku masih terdiam, bukan enggan berbicara, namun memang tidak tau apa yang harus ku katakan. Aku mencintainya, teramat dalam. Aku mencintainya sejak pertama kali kami bertemu di perpustakaan kota hari itu. Aku mencintainya tidak peduli dengan wajah kusutnya karena hujan yang mengguyur raya. Aku mencintainya sejak pertama kali ia tersenyum. Aku mencintainya sejak itu...

Aku tidak pernah mempercayai tentang cinta sejati. Tidak pernah ada cinta yang tulus. Selalu ada maksud lain di balik semua kata semu berbunyi cinta itu. Seperti yang dilakukan orang tuaku, yang dengan jelas menikah untuk menutupi aib akibat hormon remaja mereka. 

Ironis memang, tapi ya, semua orang juga tau, aku anak diluar nikah. 

Ah tapi itu hanya sepintas masa laluku, sepintas lembaran gelap yang 'sialnya' tidak bisa ku hapuskan. 

Tapi ketika mata itu menatapku, aku tau, cinta itu memang ada. Binar matanya yang indah, senyuman bibirnya yang menawan, seketika itu juga membekukanku. Aku mencintainya. Aku tau itu. 

"Kau mau kemana?" suara itu mengagetkanku. Aku menoleh ragu-ragu. Menatap sosok imamku. "Kalau kau ingin menemuinya lagi, aku tidak akan melarangmu," bisiknya tenang, namun aku bisa merasakan kegetiran dari suaranya. "Aku hanya tidak ingin kau terluka," bisiknya lagi. Aku tertegun untuk sejenak, namun entah mengapa aku malah berlalu meninggalkannya. 

"Maafkan aku, tapi biarkan aku pergi kepadanya sekali ini saja," bisikku. 

"Ya, pergilah. Tapi ku pikir kau sudah tau kalau dia alergi kucing," bisiknya. Aku tertegun, ingatanku kembali berputar pada hari berhujan kala itu. Bagaimana indahnya senyumannya, binar matanya yang begitu bahagia... namun sayangnya bukan untukku. Karena sedetik kemudian ia mencibir ketakutan menatapku. Menunjukan rasa jijiknya. 

Namun cinta itu membutakanku, menutup naluriku, hingga tega-teganya aku berniat meninggalkan kucing manis yang menjadi pendamping hidupku. 

"Maafkan aku sayang," bisikku seraya menjilat wajahnya. "Aku hanya berselingkuh sekali itu..." 

0 komentar: