Senin, 14 Januari 2013

Soulmate



‘Elena kau harus bertahan!!’ aku tersentak ketika mendengar teriakan penuh rasa khawatir itu, jelas tersimpan ketakutan pada diri pemilik suara itu. aku bisa merasakannya. ‘Kau dengar aku Elena?? Kau harus bertahan! Kau dengar??!’ ia berteriak lagi.
Aku mengernyit. Ya aku mendengarnya! Begitu jelas hingga rasanya aku bisa merasakan ketakutannya. Tapi nalarku masih terus bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat pemilik suara tajam itu terdengar begitu khawatir.
‘Ku mohon… kau harus tetap bersamaku,’ pintanya. Aku mendelikkan mataku sarkastis, tanpa ia memohon-pun aku akan tetap bersamanya, selamanya. ‘Kau harus bertahan,’ suaranya berubah lirih. Aku mulai merasa cemas, takut jika suara itu akan menghilang.
Dentingan beberapa benda mulai mengusik pendengaranku,namun lagi-lagi nalarku tidak bisa menerka apa yang tengah terjadi. Aroma aneh mulai menusuk indra penciumanku, membuatku ingin menutup hidungku, menyembunyikan diriku dari udara berbau aneh itu. Tapi tubuhku membeku tak bergerak. Aku mulai merintih ketakutan.
‘Kau tidak boleh mati Elena,’
Deg…
Tiba-tiba tubuhku membeku mendengar kata-katanya, namun aku bisa merasakan tetesan air di sisi mata kiriku, tapi itu bukan air mataku, aku tidak bisa menangis. Otakku seakan tidak bisa memerintah mataku untuk menangis seperih apapun hatiku. ‘Kau tidak boleh mati…’ ulangnya pelan penuh kepedihan. Ia menggenggam erat jemariku dengan jemarinya yang dingin. Aku ingin membalas genggamannya dan menenangkannya, mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja. tapi tubuhku kaku, aku tidak bisa menggerakan tubuhku sama sekali.
‘Aku mencintaimu…’
Aku juga mencintaimu!!! Aku ingin berteriak, meyakinkannya bahwa perasaanku padanya memang benar. Aku mencintainya dan akan selalu begitu.
‘Bertahanlah Elena ku mohon…’ pintanya lirih. Hatiku perih menahan isak tangis. aku ingin mengangguk kepadanya dan mengusir seluruh ketakutannya. Aku ingin menghapus air matanya yang terus menetes di wajahku.
Tiba-tiba aku merasakan sebuah tekanan di dadaku. Beberapa orang tampak berteriak di sekelilingku, namun yang ingin ku dengar hanyalah suara itu, suara yang mampu mengusir laraku.
“CLEAR!” teriakan itu kembali terdengar di susul oleh tekanan lainnya.
Aku meringis ketika akhirnya bisa merasakan sisi lain tubuhku. Kemudian perih itu menghantam setiap centi tubuhku. Rasanya seluruh tulangku remuk tak berbentuk. Kepalaku berdenyut-denyut dengan rasa sakit yang tiada tara.
‘Elena…’ aku meringis perih mendengar kegetirannya. ‘Kau adalah anugrah dalam hidupku. Aku mencintaimu, dan aku ingin kau bertahan. Bertahan untuk terus hidup dan bahagia,’ aku bisa merasakan air mataku menetes perlahan. Aku ingin bertahan… tapi…sungguh perih itu terasa begitu menyakitkan. Bahkan tetesan air mataku menyesakan jejak panas di pipiku. ‘Kau harus bertahan…’ ia terus mengucapkan hal itu bagai mantra. ‘Elena…’ bisiknya pelan ketika rasa sakit di sekujur tubuhku mulai bertambah parah.
Aku menggeliat kesakitan, meringis dalam diamku, berteriak dalam gelapku.
Kemudian genggaman tanggannya mengendur, aku mulai merasa panik. ‘Ssst…tenanglah, aku di sini…’ bisiknya di telinga kiriku. Perih itu masih memenuhi tubuhku, namun jiwaku merasa tenang karena suaranya. ‘Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu,’
Tidak!! jangan katakana itu. kecalakan ini bukan salahmu, tapi kesalahanku.
‘Aku sangat mencintaimu… sejak awal kita bertemu,’
Aku juga!
‘Kau adalah jawaban dari semua doaku, hadiah terindah dalam kehidupan keculku,’
Begitu pula dengan dirimu!
‘Kau harus tau hal itu,’ ia terdiam untuk sesaat. Kemudian mencium keningku dengan sangat lembut. Sedetik kemudian aku merasakan perih pada tubuhku mulai terangkat. ‘Aku selalu ingin kau bertahan. Terus hidup dan bahagia. Tapi jika kau harus pergi… pergilah…’ aku mengernyit ketika mendengar kata-katanya. Air mataku mulai kembali menetes. ‘Tidak, tentu saja aku tidak menyerah atas kesembuhanmu,’ bisiknya cepat seraya menghapus air mataku. ‘Namun jika sudah tiba waktumu, aku tidka ingin menahanmu, aku tau ini menyakitimu,’tambahnya lebih lembut. Aku terisak dalam diamku. Menangisi seluruh kisahku.
Namun ia benar, mungkin ini adalah saatnya aku menyerah pada takdir dan kenyataan…
***
‘Terima kasih karena telah mengizinkanku untuk terus bersamamu,’ bisikku. pemuda tampan di sampingku hanya terdiam. Wajah tampannya membeku bagai pahatan yang begitu menawan.
‘Aku selalu ingin kau hidup dan bahagia.’ Katanya dingin.
Aku mendesah. ‘Mungkin aku bisa terus hidup, tapi aku takkan pernah bisa bahagia,’ ia mendelikan matanya kearahku. ‘Apa kau lupa? Bahagiaku adalah bersamamu. Hidup atau mati. Kau adalah nafasku, bagaimana mungkin aku bisa hidup tanpamu,’ rajukku lembut.
Wajah itu masih mengeras namun aku bisa merasakan dekapannya semakin erat di bahuku.
‘Hm, sudahlah, setidaknya kita di makamkan bersampingan,’ ujarnya. aku terkekeh dan memeluknya lebih erat, untuk sesaat lupa akan orang-orang yang menangis di sekitar pusaran kami.

1 komentar:

obat telat bulan mengatakan...

thank you very much for the information provided