Kamis, 03 Januari 2013

PUTRI KELABU -29-


Kirana menundukan kepalanya, menangis perlahan. “Tapi kemudian kau malah berlalu pergi meninggalkan kami.” Ujarnya. Valerina tersenyum, namun bukan senyum menawan seperti biasanya, senyuman itu begitu perih.
“Aku tidak tau lagi apa yang bisa ku lakukan saat itu,” jawab Valerina akhirnya.
“Kau benar,” bisik Kirana saat bisa mengendalikan tangisnya. Ia kembali menatap hujan yang kian membesar. “Kami sudah berusaha mencarimu kemana-mana,” Kirana memejamkan matanya sesaat, seakan mengenang kembali masa tiga tahun yang lalu. “Aku, Om Arya, Tante Thalia, Vero, Are, dan Raka.” Nafas Valerina kembali tercekat. Ia menggeleng pelan. Jijik pada dirinya sendiri yang masih merasa perih mendengar nama terakhir itu.
“Ki…” panggil Valerina pelan. Ia menatap sahabatnya penuh kasih. “Maukah kau menceritakan padaku apa saja yang sudah terjadi selama ini?” tanyanya. Kirana tersenyum tipis dan mengaguk.
                                                            ***
Ben menatap layar laptopnya dengan seksama. Beberapa kali berdecak kagum dengan apa yang ia lihat.
“Bagaimana dengan hasilnya?”
“Sempurna!” desis Ben.
“Rio melakukan pekerjaannya dengan sangat baik. Kita bisa menggunakannya lagi nanti.” Ujar suara di belakangnya.
“Bukan,” bisik Ben. “Bukan karena Rio,” tambahnya. Pemuda jangkung di belakangnya mengerutkan kening, kemudian berjalan menghampiri Ben yang masih terpaku pada layar laptonya. “Lihat, gadis inilah yang membuatnya tampak begitu sempurna,” ujar Ben antusias. Tanpa ia sadari sosok di sebelahnya membeku tak bergerak. Menatap tawa gadis cantik itu tidak percaya. Sosok indahnya tampak begitu menawan di sekeliling bocah-bocah kecil yang tertawa riang di padang rumput bersamanya.
“Rachel…” bisiknya dingin.
“Ah ya, mereka juga bilang ada masalah kecil dengan Rachel, dia merengek ingin pu…” Ben menghentikan kata-katanya ketika Pria itu meraup kunci mobilnya dengan tergesa. “Hey Raka!! Aku belum selesai bicara!!” teriaknya kesal. Namun ia terlambat. Sosok tampan sahabat sekaligus rekan kerjanya sudah berlalu pergi. Ia mendesah dan kembali menatap layar laptopnya.
                                                ***
“ketika mengetahui kepergianmu dari Vero, semuanya jadi kacau balau. Luna begitu syok dan Raka pergi begitu saja. Ia terlihat begitu kalut.” Valerina mencengkram lengan sofa di sampingnya. Menahan emosi yang muncul akibat kenangan itu. “Dan setelah itu Luna kritis…” Kirana memejamkan matanya perlahan, membiarkan air matanya menetes. “Aku begitu kalut. Ketakutan akan kehilangan sahabat-sahabatkku. Kau tidak tau bagaimana takutnya diriku saat itu. kau sudah pergi, dan Luna sakit. Kau pikir aku bisa berdiri dengan tenang di sana? Sendirian?!” Kirana begitu terguncang. Kemudian setelah menghela nafas beberapa kali ia kembali tenang. “Ah Rachel, sudahkah kau bertemu dengan Raka?” Tanya Kirana kemudian.
Pandangan Valerina berkabut karena air mata. Ia menggeleng perlahan. “Aku tidak ingin menemuinya,” bisik Valerina.
“Kau tidak ingin menemuiku?”
Deg.
Kedua gadis itu tercekat. Valerina berbalik dan menatap sosok tampan di hadapannya tidak percaya. Sosok yang selalu memenuhi relung hati terdalamnya. Sosok  yang selalu menjadi mimpi buruknya yang begitu manis. Sosok yang selalu ia rindukan.
“Papa…” bisik Rachel memecah keheningan yang sempat tercipta diantara mereka. Dan saat itulah Valerina merasa tubuhnya terjatuh membentur bebatuan terjal. Mengoyak seluruh hatinya. Kerinduannya, rasa cintanya dan keperihannya menjadi satu. Perasaan yang sejak tiga tahun yang lalu ia coba untuk musnahkan. Hatinya terpilin mengingat semua kenyataan yang ada di hadapannya.
Kemudian dengan perlahan Raka berlutut membelai sosok Rachel kecil. Ia tersenyum tipis padanya. “Kau belum tidur?” tanyanya lembut. Valerina menggigit bibir bawahnya sendiri, muak pada perasaan yang kini meliputi hatinya.
“Ah Rachel, sudah malam sayang, ayo tidur dengan mama Kirana.” Kirana menggendong tubuh kecil Rachel yang meronta. Kemudian masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Valerina memalingkan wajahnya ketika sosok tampan itu kembali menatapnya. “Hai,” sapa Raka.
“Hai,” balas Valerina dingin.
“Aku ingin bicara denganmu,” ujarnya tenang. Valerina mendengus. Memutar matanya, kemudian mengangkat bahu. “Ikutlah denganku,” Valerina ingin menolak. Namun lengan kekar itu sudah terlebih dahulu meraih lengannya dan menariknya ke sisi lain rumah ini. Mereka menaiki tangga tersembunyi, menuju sebuah taman mungil yang terletak di lantai atas rumah itu. Raka menarik lengan Valerina hingga ia duduk di sampingnya, menghadap langit malam Jakarta yang baru saja berhenti menumpahkan isinya. Valerina menarik tangannya perlahan dari genggaman Raka. Membuat pria muda itu sedikit terkejut. Namun wajahnya masih tampak begitu tenang.
Aroma maskulinnya mulai memenuhi paru-paru Valerina. Ia mengirupnya dalam-dalam, seakan ini akan menjadi hari terakhirnya untuk bernafas lega. “Bagaimana kabar mu?” Tanya Raka memecah keheningan.
“Baik,” jawab Valerina. Ia melirik wajah tampan Raka dari balik bulu matanya. Betapa rindunya ia pada sosok di sampingnya. Namun yang ia dapat lakukan hanyalah duduk mengagumi dalam diam semua keindahan itu.
“Aku mencarimu kemana-mana,” bisiknya, pandangannya menerawang jauh ke depan. “Aku pikir tidak akan pernah bertemu lagi denganmu,” kini suara itu terdengar begitu rapuh. Hati Valerina terpilin mendengar kata-katanya. Terlebih nadanya yang begitu perih. “Aku sangat bahagia melihatmu baik-baik saja,” Valerina tergagap ketika Raka tiba-tiba memandangnya. “Aku selalu berdoa agar kau baik-baik saja,” ujarnya tulus. Mata abu-abunya mencair. Ia membelai lembut pipi kiri Valerina, membuat gadis itu merasakan kesedihan yang mendalam. Namun kemudian ia memalingkan wajahnya, menjauhi jemari Raka.
“Terima kasih,” bisiknya dingin. Inilah saatnya, inilah saatnya ia untuk tegar dan menerima semua kenyataan itu. “Terima kasih juga untuk menjaga Luna, dan menjadi suami yang baik untuknya,” bisik Valerina tercekat. Ia tersenyum perih mendengar kata-katanya sendiri.
“Aku tidak pernah menikah dengan Luna,”

1 komentar:

Nunaalia mengatakan...

akhirnya pertemuan dgn raka tak terelakkan! eh, tp apa raka bilang...dia ga pernah nikah sama luna???