Rabu, 02 Januari 2013

MIMPI ITU...


“Apa aku mengenalmu?” tanyaku ragu. Wajah di hadapanku tersenyum tipis. Matanya yang indah berbinar lembut penuh kasih.
“Seharusnya, iya.” Jawabnya, masih dengan senyuman manis yang menghiasi wajah lembutnya. Aku mengangkat sebelah alisku, sedikit bingung dengan wanita ini. Wajah itu begitu familiar di mataku, namun otakku tidak bisa mengumpulkan informasi apapun tentangnya. Tentang sosok cantik yang begitu lembut di hadapanku.
“Maaf?” bisikku benar-benar tulus. “Tapi aku tidak mengenalmu,” bisikku. Ia masih tersenyum.
“Kau pernah mengenalku,” ujarnya. “Ketika kau masih memiliki mimpi itu,”
Aku terdiam.  Kemudian menggeleng. Mimpi??  Aku tidak pernah memiliki mimpi. Well, kalaupun ada mungkin sudah ku kubur dalam-dalam.
“Ya, saat kau belum mengubur semua mimpi indah itu,” bisiknya. Aku tersentak ketika mendengar kata-katanya. Apakah wanita ini bisa membaca pikiranku?
“Kau memiliki mimpi yang indah, kau memiliki harapan terbesar. Semangatmu, senyumanmu, semua keindahan itu…”
“Aku tidak pernah memilikinya,” potongku cepat. Wajah di hadapanku membeku, namun binarnya tidak menghilang.
“Kau memiliki mimpi itu. sebuah kepercayaan bahwa kau akan mencapai seluruh mimpi dan anganku,”
“Itu adalah diriku yang bodoh. Diriku yang menutup mataku sendiri dari kenyataan. Bersembunyi di balik mimpi-mimpi semu,”
“Tapi kau pernah memiliki kepercayaan itu,” wajahnya berubah sedih. Aku mencibir sarkastis.
“Itu adalah diriku yang bodoh,” ulangku sarkastis. Wajah cantik itu menatapku dengan padandangan anehnya.
“Apa aku terlihat bodoh?” tanyanya pelan. “Apa aku yang mempercayai mimpi itu terlihat bodoh?” ulangnya lagi ketika aku hanya terdiam. Perlahan namun pasti gadis dihadapanku menyentuh pergelangan tanganku yang memerah. Aku membeku tak bisa bergerak. Air mataku menetes perlahan.
“Kau terlihat indah. begitu manis dengan binar penuh kepercayaan akan masa depan. penuh harapan,” bisikku perih.
“Kalau begitu, jadilah begitu. Kembalikan kepercayaan itu,” bisiknya. Aku menggeleng perlahan. untuk sesaat genggamanku pada benda tajam itu mengendur.
“Maafkan aku, tapi aku lelah bermimpi, aku lelah memiliki harapan yang akhirnya hanya menjatuhkanku semakin dalam. Maafkan aku, tapi kini aku sudah kehilangan semua harap itu,” bisikku perih, lebih perih dari pada sakit yang timbul karena sayatan dalam di pergelangan tanganku.
Wajah dihadapanku membeku, matanya menatapku perih. aku tersenyum mengejek. Tertawa sinis pada sosok dalam diriku yang masih ingin bermimpi, namun maaf, seluruh kenyataan ini begitu pahit, seluruh jalan hidupku terlalu berliku. Hingga aku lelah untuk kembali bermimpi.
Karena aku tau, sekeras apapun usahaku untuk mempercayai bahwa suatu hari nanti aku akan bisa terbang, semuanya hanyalah omong kosong, sia-sia belaka. Karena semua orangpun tahu jika kucing tidak pernah bisa terbang.
Tapi ya, aku mengakui, aku memang pernah memiliki mimpi itu…





2 komentar:

Unknown mengatakan...

Meonggg...aish,Cherry #tepokjidat!
Njekethek,tibak'e kucing... Ini masih kucing yg sama yg jatuh cinta ama cowok-nya si pemilik kucing,ya?

Unknown mengatakan...

wkwkkwkw iya mba, ini kucing emang aga2 centik bin imajinerr... hihihi