Kamis, 03 Januari 2013

PUTRI KELABU -26-


Keysa menatap atasannya tidak percaya. Gadis itu tampak begitu natural, tersenyum dan tertawa, dan lebih hidup. Wajah kakunya seakan menghilang sedikit demi sedikit. Menampilakn aura cantik yang begitu indah di pandang. Bahkan gaya bicaranya sudah melembut, dan ia yakin ini ada hubungannya dengan sosok dokter tampan yang kerap menjemputnya pulang dari butik.
Gadis itu memang selalu cantik dengan caranya. Namun Keysa sebagai asisten pribadinya selalu merasa ia tengah terluka. Tatapan matanya tampak selalu gelap dan perih. Jadi tentu saja saat pandangan itu menampakan binarnya ia bahagia bukan main. Ia menyayangi Valerina lebih dari dirinya sendiri. Terlebih saat ini, saat senyuman itu sudah menyentuh matanya indahnya.
“Bagaimana kalau musim ini kita menggunakan tema fullcolour,” usul Keysa suatu hari. Valerina yang tengah tertegun di ruang kerjanya melirik tumpukan bahannya yang hampir keseluruhan berwarna kelabu dan gelap.
“Entahlah, aku tidak tau bagaimana menyatukan warna warna itu,”
“Aku tau siapa yang bisa membantu,” ujar Keysa penuh semangat. Valerina hanya mendesah pelan kemudian melirik jam tangannya. “Kita bisa membicarakannya besok, kau bisa pulang dengannya lebih cepat hari ini. Serahkan saja semua urusan butik padaku.” Ujar Keysa. Valerina terkekeh pelan dan menggeleng. “Kau tau, terkadang aku lebih bisa membayangkan dirimu memakai jas putih dokter dari pada berdiri di tengah tumpukan bahan dan sketsa ini,” ujarnya seraya merapihkan beberapa design di atas meja.
“Aku memang pernah menjadi mahasiswi kedokteran selama tiga tahun,” ujar Valerina. Tanpa sadar Keysa menjatuhkan tumpukan kertasnya begitu saja.
“Dan kau malah beralih menjadi designer?” tanyanya tidak percaya. Valerina menerawang jauh.
“Ya, seperti itulah.” Jawabnya, kemudian meraih selembar kertas kosong, memainkan pensilnya perlahan, lima menit kemudian ia mendesah dan meletakan sketsanya. Keysa melongo menatap design kasar sebuah dress manis di hadapannya. Dalam jangka waktu lima menit dan gadis itu bisa membuat sebuah design dress semanis ini? Keysa mendelik ngeri dan kagum. “Aku rasa musim ini kita akan menggunakan tema valentine.” Ujar Valerina. Keysa tersenyum, mengaguk senang.
                                                                  ***
Are tersenyum lebar ketika melihat gadis cantik itu duduk di depan butiknya. Ia sengaja melambatkan laju mobilnya untuk melihat sosok cantik Valerina lebih lama. Tiga tahun berlalu, dan gadis itu sudah banyak berubah. Wajahnya tampak lebih dewasa dan anggun. Rambutnya tidak lagi ikal seperti dulu, meski masih tetap indah, namun kini lurus sebahu. Matanya indah seperti biasa, namun memang tidak berbinar lugu seperti dulu. Ia tampak begitu cantik dan indah.
Are tau, bibir indah itu selalu ingin melontarkan beberapa pertanyaan tentang sahabat-sahabatnya. Namun, entah bagaimana kemudian pertanyaan itu menghilang begitu saja. Dan Are tidak sampai hati menceritakan kisah sepeninggalannya tiga tahun yang lalu. Ia tidak ingin merusak sedikit binar matanya yang baru saja ia temukan kembali.
“Kau menungguku?” Tanya Are ramah. Valerina mendesah kesal kemudian melirik jam tangannya. Marah akan keterlambatan Are. “Maaf, mencari bunga ini sedikit lebih sulit dari pada mencari bunga biasa,” ujarnya seraya memberikan Valerina sebuket lily indah. Wajah Valerina langsung melunak. Ia memang menyukai bunga indah itu.
“Terima kasih, tapi kau tetap belum mendapatkan maafku,” ujarnya. Are pura-pura mendesah frustasi. Kemudian duduk di samping gadis terkasihnya. Ia menatap Valerina yang masih memandangi lily itu. “Aku jadi menyesal membawa bunga itu.” ujarnya. Valerina meliriknya sekilas, kemudian kembali menyentuh kelopak bunga itu dengan lembut. “Astaga, aku benar-benar iri padanya.” Ujar Are dengan nada kesal yang tidak dibuat-buat ketika Valerina mencium kelopak bunga itu.
“Ada apa sih denganmu?” Tanya Valerina akhirnya.
“Lihat, betapa menyenangkannya menjadi bunga itu. kau tidak pernah melepaskan pandanganmu darinya, kau bahkan menciumnya.” Ujar Are kesal. Valerina menatap sosok tampan di sampingnya tidak percaya. Wajah jenakanya membuat Valerina tidak bisa menahan tawanya. Namun sedetik kemudian ia menarik lengan kiri Are, membuatnya mendekat dan berhenti mendesah kesal. Are melongo ketika Valerina mencium lembut pipi kirinya dengan singkat.
“Terima kasih,” bisiknya. “Aduh,” Valerina mengusap keningnya yang terbentur pelan dengan kaca mata Are. Are menghela nafas panjang kemudian menatap gadis yang masih meringis di sampingnya.
“Lakukan yang benar jika kau memang ingin,” ujarnya seraya melepas kaca matanya kemudian mencium lembut bibir Valerina.







1 komentar:

Nunaalia mengatakan...

wah val beneran sam are niy???