Kamis, 03 Januari 2013

PUTRI KELABU -31-



Luna tersenyum tipis melihat tingkah lucu putri kecilnya. Disampingnya Valerina tampak turut tersenyum lebar. “Putrimu akan menjadi gadis yang mengagumkan kelak,” bisiknya. Luna mengaguk perlahan.
“Ya, seperti dirimu,” ujarnya. “Aku sangat senang kau berada disini. Kau tau, banyak hal yang ingin ku sampaikan padamu,” Valerina menggeleng perlahan, kemudian memeluk bahu sahabatnya dengan sayang. “Kau sudah melakukan banyak hal untukku,”
“Ssst… kau tidak perlu berkata apa-apa lagi. Kesembuahanmu dari kanker itu adalah anugrah terbesar untukku,” Luna mengaguk pelan. “Dan tentang cintamu, aku minta…”
“Tidak,” potong Luna cepat. “Aku yang minta maaf. Bagaimana mungkin aku bisa melukai hatimu.”
“Tapi kau sangat mencin…”
“Tidak,” potongnya lagi dengan senyuman manisnya. “Atau mungkin iya, aku memang mencintai Raka. Tapi pada akhirnya aku sadar, aku lebih mencintaimu…” bisiknya. Valerina menangis pelan. “Sekarang tudak ada lagi alasan untukmu menghindarinya lagi.” Valerina mengaguk perlahan.
                                                ***
“Wow, jadi kau adalah pemilik brand GreyLine itu??!!” pekik Kirana tidak percaya. Sudah seminggu mereka tinggal di rumah Luna. “Astaga aku penggemar beratmu!!” teriaknya lagi. Luna mengerutkan keningnya.
“Apa yang sudah ku lewatkan?” tanyanya bingung.
“Temanmu yang satu ini sudah menjadi designer kondang di Perancis, dan baru saja pindah ke Indonesia.”
“Dan kau baru mengetahuinya?” Tanya Luna kesal.
“Jangan salahkan dia. Aku memang menyembunyikan jati diriku pada publik. Aku bahkan menggunakan nama Valerina ketika tinggal di Perancis,” tutur Valerina. Luna menatapnya perih. “Dan ini bukan salahmu. Ini adalah kesalahanku yang terlalu pengecut menghadapi kalian semua, maaf.”
“Sudahlah, apa kalian akan terus berduka seperti itu. oh, ayolah, kita harus merayakan semua ini!!” ujar Kirana kesal. Luna dan Valerina saling pandang kemudian terkekeh pelan. Entah apa jadinya mereka tanpa sahabat-sahabat terkasihnya.
“Kau harus membawa kami berkeliling butikmu,”
“Tentu,” janji Valerina sungguh-sungguh. Kemudian tawanya berhenti saat merasakan ponselnya bergetar. Ia menatap layar ponselnya dengan dahi berkerut.
“Siapa?” Tanya Kirana. Namun bukannya menjawab Valerina malah berlalu pergi menjauh.
“Maaf guys, aku harus kebutik sekarang. Asistenku baru saja menelepon.” Ujar Valerina sedikit tergesa.
“Perlu ku antar?” Tanya Kirana.
“Ah tidak usah, kau jaga saja dia. Aku akan segera kembali secepat yang ku bisa.” Ujarnya kemudian mengecup pipi Rachel yang tengah bermain asyik dengan barbienya. “Oya, katakan pada Raka aku pergi ke butik.” Luna dan Kirana mengaguk sebelum sosok itu menghilang di balik pintu.
“Apa dia baik-baik saja?” Tanya Luna.
“Dia akan baik-baik saja, tenanglah.” Jawab Kirana tanpa keraguan.
***
Valerina menatap sosok di hadapannya tidak percaya. Are??!! Pekik hatinya riang. Pemuda itu tampak tertunduk di depan pintu butik. Meski malam sudah menjemut, tapi Valerina bisa melihat kekhawatiran di wajah pria tampan itu. namun untuk sesaat, entah bagaimana caranya, semua pandangannya akan ketakutan Are sirna, ada begitu banyak hal yang ingin ia ceritakan pada Are. Tentang Luna, Rachel kecil, Kirana dan raka.
“Are!” panggil Valerina. Are mengangkat wajahnya tampannya dan memeluk Valerina erat.
“Tutup matamu,” ujarnya dingin tiba-tiba. Valerina sampai bergidik karena terkejut. “Jangan banyak bicara, sekarang tutup matamu!” bisiknya lagi. Valerina merasakan tubuhnya gemetar. Namun ia tetap menuruti perintah Are. Ia menutup matanya dan membiarkan Are menuntunnya kesuatu tempat, yang ia yakini ke dalam butiknya. “Kau boleh membuka matamu sekarang,” bisiknya, kemudian Valerina membuka matanya. Betapa terkejutnya ia melihat tumpuka lily indah di hadapannya. Begitu banyak hingga menggambil setengah tempat dari luas butiknya.
“Wow!!” desis Valerina tidak percaya. Tiba-tiba matanya mendelik ketika melihat bunga mawar yang dirangkai menjadi sebuah pertanyaan. “Apa ini?” tanyanya kaku. Are tersenyum puas di belakangnya. Kemudian berjalan mengitari tubuhnya dan berlutut.
“Rachel Valerina Kimberly will you marry me?” Tanya Are pelan. Valerina menatapnya tidak percaya. "Selama di Malaysia aku sudah banyak berfikir tentang ini. Dan aku tidak bisa menunggu lagi, aku ingin kau menjadi pendamping hidupku sampai nanti…”
“Are…” bisik Valerina pelan. Ia mundur beberapa langkah. Kemudian air mata itu menetes. “Aku…aku…” Valerina tergagap.
“Tidak ku mohon,” Are berdiri memeluknya. “Kumohon jangan menangis,” bisik Are, namun semuanya terlambat. Tangis gadis itu pecah begitu saja. Are membelai lembut kepala Valerina penuh kasih. “Kumohon jangan menangis. Biarkan aku membebaskanmu dari kelabu itu,” Dan gadis itu terus menangis, membasahi kemeja depan dokter kesayangannya, pria terbaiknya… sahabatnya
                                                ***
Raka menghentikan langkahnya di depan pintu. Wajahnya mengeras, tubuhnya membeku. Hatinya terpilin melihat sosok gadis terkasihnya di dalam pelukan orang lain. Namun kekuatannya seakan menghilang. Sikap angkuhnya mulai hancur. Kemudian ia tersenyum perih, menggeleng perlahan dan mencengkram kepalanya sendiri.
Ia benar, aku sudah terlalu banyak menorehkan luka pada gadis itu… batinnya. Bagaimana aku bisa membiarkannya kembali terluka? Bagaimana jika nanti ia tidak bahagia bersamaku? Sifat percaya diri yang selama ini selalu ia tunjukan mulai menghilang. Dengan lambat Raka berjalan menuju mobilnya. Ia memukul stirnya dengan keras. Melampiaskan seluruh amarahnya. Ia muak pada dirinya sendiri. Ia muak pada seluruh kisah konyol yang membuatnya terpuruk sedalam ini. Ia adalah seorang CEO, dan kini harus terisak karena kata klise bernama cinta itu!!
Raka memejamkan matanya perlahan, dan wajah itulah yang muncul. Wajah tertawanya, wajah tersenyumnya, wajah menangisnya…
Ia masih bisa merasakan lembutnya rambut gadis itu di jemarinya. Harumnya aroma kulit halusnya, bahkan ia masih bisa mendengar dentingan tawa gadis tercintanya. Namun matanya terbuka perih ketika mengingat isak tangis Valerina untuknya, wajah terlukanya, ketakutannya dan kekecewaannya.
“Aku sudah banyak melukainya. Jadi tentu saja sangat wajar jika ia memilih pemuda itu. seharusnya aku mengerti!” namun nyatanya ia sama sekali tidak mengerti, atau memang tidak ingin mengerti. “Sudahlah,” bisiknya mencoba tenang. Kemudian dengan perlahan ia mulai menjalankan mobilnya. Namun kenangannya akan kejadian di butik itu membuat gemuruh hatinya kembali menggebu-gebu. Membutakan matanya. Hingga akhirnya ia tersadar oleh suara klakson panjang dan sorotan lampu di depan wajahnya.
                                                                   ***
 INDEKS 

1 komentar:

Nunaalia mengatakan...

jgn bilang raka kecelakaan lagi! nonononooooo
apa val nerima lamaran are??
aduh jd bingung... val msh cinta bgt sm raka, tp are jg baik bgt...
*emg sp siy yg jd val??? (ditoyor cherry) xixiii