Kamis, 03 Januari 2013

PUTRI KELABU -27-


“Aku ingin kau menjadi bintang dalam iklan bulan kesehatan kali ini,” ujar Are malam itu. ia dan Valerina baru saja selesai makan malam bersama kakek. Dan seperti biasa kakek tua itu akan langsung masuk kamar dengan bermacam keluhan tentang umurnya yang tidak lagi muda. Padahal tentu saja Valerina dan Are bukan lagi anak kecil yang bisa dikelabui oleh kakek tua itu.
“Aku?” Tanya Valerina, menatap Are yang duduk di belakangnya. Menontonnya mencuci piring. “Tapi kenapa harus aku?” Tanya Valerina.
“Kau sangat cantik, dan kau tentu saja sangat cocok menjadi seorang putri yang berada di tengah anak-anak kecil itu.” Valerina mengeringkan tangannya kemudian berbalik menatap Are. “Kau juga seorang designer terkenal, tentu menyenangkan jika kau bisa menjadi duta kesehatan tahun ini. Ini sebuah kehormatan yang sangat besar untuk kami.” Are melingkarkan tanganya di sekitar pinggang Valerina.
“Aku tidak yakin,” ujarnya. Mengingat Kikan putri Leo. “Dan aku merasa tidak pantas untuk ini, aku bahkan tidak meneruskan kuliah kedokteranku,” keluhnya, kemudian meletakan kedua tangannya diatas bahu Are.
“Kakek rasa kau sangat cocok!” teriak kakek tiba-tiba di balik pintu kamarnya. Are dan Valerina langsung menjauh, kemudian mereka menyipitkan matanya pada kakek tua yang tiba-tiba tertegun mengutuki kebodohannya.
“Aku kira migrant kakek kambuh,” desis Valerina tajam. Brian membulatkan bola matanya.
“Aduh, astaga… kenapa kepala kakek terasa tambah sakit… sepertinya kakek harus tidur,” ujar kakek tua itu seraya memegang kepala sebelah kirinya kemudian berjalan ke kamarnya lagi. Valerina mencibir. Baru saja ia akan melangkah kepada kakeknya, tangan Are sudah menarik Valerina hingga duduk di atas pangkuannya.  Valerina terkejut, namun masih terlalu kesal pada Brian dari pada perlakuan mengejutkan Are.
“Padahal dia memiliki migran kepala sebelah kanan!” desisnya.
“Sudahlah,” Are membelai lembut tanganya.
“Dan apa-apaan kau ini, kau ingin melindunginya? Lepaskan, aku ingin memberikan kakek tua itu pelajaran!” ujar Valerina kesal ketika menyadari tangan Are sudah melingkari pinggangnya.
“Aku tidak berusaha melindungi siapapun, aku melakukan hal yang aku inginkan,” elak Are. Valerina kemudian terkikik pelan dan melepas kaca mata Are sebelum mencium bibirnya perlahan. “Katakan kalau kau setuju,” bisik Are, menjauhkan wajahnya sesaat.
Valerina mengerutkan keningnya. “Bagaimana bisa aku menolak permintaan seorang dokter tampan sepertimu. Tentu saja iya,” bisiknya. Dan Are kembali mencium Valerina.
***
“Apa??!” pekik Keysa tidak percaya keesokan harinya. “Kau akan membintangi iklan bulan kesehatan tahun ini?” ulangnya. Valerina mengaguk pelan. Wajahnya sedikit memerah. “Kau akan terekspos,” desis Keysa ngeri.
“Aku rasa tidak salahnya menjadi terkenal,” ujar Valerina setelah diam beberapa saat. Keysa kembali menatapnya tidak percaya. Kemudian terkekh pelan.
“Ya tentu, tapi aku tidak yakin bisakah kau menandingi terkenalnya brand pakaianmu,” ujarnya riang. Valerina hanya tersenyum tipis.
Keysa mendesah lega. Akhirnya, ia menemukan sosok asli gadis kelabu ini. Dan tentu saja ia sama sekali tidak meragukan kepiawaian gadis ini untuk membintangi iklan itu. Valerina adalah gadis multi talented pertama yang ia temui, terlebih saat mengetahui masa lalunya sebagai mahasiswa kedokteran. Ia yakin, jika Valerina meneruskan kuliahnya ia tentu sudah menjadi dokter yang paling menawan saat ini.
“Eh, tapi kemana dokter tampan itu? aku melihatmu berangkat sendiri hari ini,” ujar Keysa. Ia bisa mendengar desahan nafas sang putri.
“Dia ada pertemuan di Malaysia,” jawab Valerina pelan. “Jadi aku akan memulai syuting tanpanya,” Keysa menutup buku besarnya perlahan. Entah mengapa bukan masalah itu yang membuatnya merasakan mendung yang tersembunyi apik di balik keceriaan valerina hari ini.
                                                ***
“Nona Rachel, ah maksud saya nona Valerina. Senang bertemu dengan anda,” ujar seorang lelaki berumur 40-an ketika melihat Valerina memasuki rumah bermain anak yang disetting sebagai tempat lokasi syuting yang pertama. “Saya Rio, sutradara iklan ini.” Ujarnya. Valerina mengaguk santun. “Santailah dulu, syutingnya akan dimulai satu jam lagi.” Lagi-lagi Valerina mengaguk dan mengedarkan pandangannya ke ruangan besar warna warni itu. sesuai dengan namanya, rumah ini memang di peruntukan untuk tempat bermain anak-anak.
Ceritanya adalah, Valerina akan menjadi seorang dokter muda yang baik hati, yang membatu beberapa ibu yang tengah kesusahan menghadapi wabah penyakit pada anak-anak mereka. Wabah penyakit itu di akibatkan karena kebiasaan hidup kotor di kebanyakan keluarga. Dan disanalah Valerina, yang berperan sebagai dokter namun lebih tampak seperti bidadari, datang membantu para ibu menyembuhkan anak-anak mereka dan mengadakan penyuluhan untuk membiasakan hidup bersih.
Semuanya tampak sederhana namun begitu dalam maknanya. Kebersihan memang salah satu hal yang patut dijaga dimanapun.
Pada bagian awal ini Valerina hanya perlu berakting menjadi dokter yang mendapatkan kabar tentang wabah yang mengenai beberapa anak itu. dan selebihnya adegan itu di lakukan oleh beberapa anak balita dan ibu mereka. Valerina memutuskan untuk langsung pulang ketika pengambilan gambarnya selesai. Meski ia sedikit tertarik untuk melihat akting bocah-bocah kecil itu, tetapi telepon darurat dari Keysa memaksanya untuk segera pulang.
                                                ***
“Ya semuanya berjalan lancar,” ujar Valerina keesokan harinya di telepon. “Aku akan pergi ke lokasi syuting kedua sekarang. Kapan kau pulang?” valerina mendengar desahan nafas di sebrang sana. Sebelum Are menjelaskan ketertundaan kepulangannya. “Baiklah, jaga dirimu baik-baik,” bisik Valerina pelan sebelum menutup teleponnya.
Syuting kali ini berlokasikan di puncak bogor. Sebenarnya Rio sudah menawarinya untuk pergi dengan mereka sejak kemarin, namun karena urusan mendadak ia baru bisa datang hari ini.
Valerina menarik nafas dalam-dalam ketika sampai di lokasi syuting. Aroma pegunungan yang sejuk langsung menerpa wajahnya. Begitu damai dan lembut. Padang rumput yang luas dan indah terbentang di hadapannya, dan kini sudah berhiaskan balon-balon berwarna warni. Ia akan menari bersama anak-anak itu hari ini. Berputar bahagia. Ya, itulah skenarionya, menggambarkan kesehatan dan betapa bahagianya anak-anak itu.
“Ibu peli,” bisik seorang gadis kecil. Valerina membuka matanya dan menatap gadis kecil itu. “Ibu peli,” bisiknya lagi. Valerina mengerutkan keningnya, kemudian berlutut di hadapan gadis kecil itu, ia sedikit heran mendengar getaran di suara gadis itu.
“Hai cantik, siapa namamu?” tanyanya lembut. Gadis kecil itu menatap wajah Valerina tak berkedip. “Mana mamamu?” tanyanya lagi, mengedarkan pandangannya ke sekeliling padang rumput yang cukup ramai. Namun ia tidak mendapati seorang ibu yang tengah sibuk mencari anaknya.
“Dik, siapa namamu?” tanyanya sekali lagi. Mulai sedikit khawatir ketika mata gadis kecil itu mulai berair.
“Lahel,” bisiknya pelan.











0 komentar: