Kamis, 03 Januari 2013

PUTRI KELABU -32-



Prang…
Nafas Valerina tercekat. Matanya nanar menatap jalan dibelakang tubuhnya. Suara itu begitu keras. Mengejutkannya dengan berbagai cara. Ia menatap ngeri kobaran api yang semakin membesar. Are yang sedari tadi hanya terpaku di tempatnya langsung mengambil ponselnya.
“Suster, kirim ambulan sekarang juga! Ada kecelakaan!” teriak Are. Valerina menggeleng ketakutan. Ia tidak lagi mendengar kata-kata Are yang selanjutnya. Matanya terfokus menatap lurus mobil yang terbakar itu dari jendela butiknya. Kemudian ia melihat Are berlari ke luar butik. Beberapa orang turut mengerumuni kecelakaan itu. berteriak ramai.
Valerina keluar dari butiknya dengan langkah tertatih. Jantungnya mulai berdetak kencang ketika melihat serpihan mobil itu dari dekat. Nafasnya tercekat ketika melihat sebuah benda berwarna pink di balik jendela belakang mobil itu. benda itu tidak lagi berbentuk sempurna. Namun ia bisa mengenalinya. Sebaik ia mengenali pemilik boneka itu. ya, ia tau, itu adalah boneka Barbie Rachel yang ada di mobil Raka.
Astaga…
Valerina mendesis perih. Hatinya sakit menerima kenyataan itu. ingin rasanya ia berlari menerobos api itu. namun tubuhnya lemah tak lagi bertenaga, hingga akhirnya ia merasakan gelap di sekelilingnya.
                                                ***
Keramaian khas sumah sakit mengusik ketenangan Valerina. Ia membuka matanya perlahan. Kemudian entah bagaimana, air mata itu kembali menetes.
“Rachel sudah siuman,” teriak Kirana. Brian dan Vero langsung berjalan menghampirinya.
“Kimi, kau baik-baik saja?” Tanya Vero khawatir. Valerina menatap gadis itu penuh luka.
“Kimi bicaralah, kau membuat kami semua sangat khawatir,” ujar Brian. Dengan susah payah gadis itu menoleh pada kakeknya.
“Ra… Raka..” bisiknya tergagap.
“Tenanglah, kau bisa melihatnya jika kau sudah lebih baik.” Ujar Kirana. “Aku ingin kau menguatkan dirimu dulu.” Vero mengaguk perih.
“Aku ingin melihatnya, ku mohon.” Bisiknya pelan. Brian mengaguk pada Vero dan Kirana. Kemudian Vero mengambil sebuah kursi roda.
“Kau benar-benar sudah merasa lebih baik?” Tanya Kirana masih khawatir. Valerina mengaguk lemah. Hatinya benar-benar penuh ketakutan.
“Biarkan aku yang membawanya,” ujar Vero. Kirana dan Brian mengaguk setuju. Kemudian membiarkan Vero mendorong kursi roda Valerina. “Tunggu disini,” ujar Vero ketika mereka sampai di depan sebuah ruangan. Kemudian gadis itu berlalu pergi. Velarina tidak bisa menahan gemuruh hatinya lagi. Ia hanya ingin menemui pria yang paling disayanginya. Ia meraih pintu itu, membukanya dan berjalan perlahan. Air matanya menetes perlahan ketika melihat tubuh yang terbalut perban di setiap sudutnya. Valerina menggeleng perih. Ia menangis sesenggukan di samping ranjang itu. meraba perban yang menutupi seluruh wajah yang terbaring kaku di hadapannya.
Tuhan, apa lagi ini??!! Tangisnya tak lagi terbendung. Setelah sahabatnya, kini pria terkasihnya pun harus terbaring lemah di hadapannya.
“Rachel,” panggil Vero terkejut. Di belakangnya Kirana, Luna dan Thalia ikut menatapnya terkejut. Valerina menatap mereka perih.
“Hey, apa yang kau lakukan disini?” Tanya Kirana bingung.
“Ra… Raka…” bisik Valerina perih. Thalia mengerutkan keningnya, meski ia begitu merindukan gadis itu, namun melihatnya menangis meraung-raung seperti itu tak elak membuatnya ikut menatap bingung.
“Kakak… bukan itu…” bisik Vero pelan. namun bisa membekukan semua orang yang ada di sana. Valerina menatapnya tidak mengerti. Kemudian wajah Kirana, Luna dan Thalia mencair ketika menyadari duduk masalahnya. Baru saja Valerina akan menyangkal, sosok jangkung Raka sudah menerobos kerumunan kecil itu. wajahnya begitu tampan, meskipun tampak dingin. Ia masih mengenakan kemeja putih dengan dua kancing paling atasnya terbuka, serta celana bahan yang sama dengan yang kemarin ia gunakan.
“Ka..Kau…” bisik Valerina tidak percaya. Raka menatapnya dingin.
“Ya, aku.” Ujarnya sinis. Thalia melirik putra sulungnya tidak suka dengan cara bicaranya. Bukankah, beberapa menit yang lalu ia yang menangis di samping ranjang putri itu.
“Maaf sudah membuatmu khawatir.”
“Aku…”
“Kau tidak perlu menjelaskan apapun. Aku sudah melihat semuanya. Kau dengan Are,” kini ketiga wajah lainnya menatap Valerina yang masih membeku. “Dan kecelakaan itu… well, itu kebodohanku. Tapi ya, pada akhirnya aku bisa menghindar, dan berdiri di sini bersama kalian. Jadi kau tidak perlu menangis untukku lagi.”
“Ka..kau…” Valerina berjalan tertatih mendekati sosok angkuh di depannya. Raka memiringkan sedikit kepalanya terkejut ketika Valerina mengangkat tangannya. Teringat akan tamparan gadis itu dulu. Namun alih-alih menampar, sosok cantik itu malah memeluk erat tubuh Raka. “Kau bodoh,” ujarnya lemah. Dengan cekatan Raka menahan tubuh Valerina. Kemudian dengan mudahnya menggendong tubuh itu. Valerina sedikit terkejut namun ia tidak menolak. Ia memang benar-benar lelah.

Valerina menyandarikan kepalanya pada dada bidang Raka. Menghirup aromanya dalam-dalam dan memejamkan matanya. Hatinya begitu tenang mendengar detak jantung Raka yang berirama.
“Aku akan membawanya pulang, sepertinya ia sangat kelelahan.” Samar-samar Valerina bisa mendengar jawaban dari yang lainnya. Namun Raka benar, ia merasa tubuhnya memang begitu lelah. Terlebih setelah menangis meraung di depan orang yang salah. Astaga… wajah Valerina memerah ketika mengingat semua itu. ia merasakan ayunan lembut dari langkah kaki Raka.
“Lain kali kalau kau mau menangis, pastikan dulu siapa orangnya,” bisik Raka. Wajah Valerina kembali memerah. Ia membuka matanya sedikit.
“Itu buka…” kata-katanya terhenti saat dengan santainya Raka mencium bibir Valerina.Mata Valerina langsung terbuka lebar.
“Masalah Are…” bisiknya ketika Raka mengangkat wajahanya sesaat. Matanya mendelik kemudian ia tersenyum tipis.
“Tidurlah,” bisiknya, mempererat gendongannya. “Aku sudah tau semuanya, dan lagi pula, kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja?!”ujarnya sungguh-sungguh. Valerina tersenyum tipis penuh arti, kemudian kembali memejamkan matanya.
Inilah tempat terindah yang ingin kutinggali seumur hidupku. Mendengar detak jantungnya, mendengar desahan nafasnya, aroma maskulinnya, sentuhannya, dan seluruh cintanya. 


2 komentar:

Anonim mengatakan...

waaah...bagus banget ceritanya..
menyentuh..
thanks y..^^

Nunaalia mengatakan...

hufft syukur deh bukan raka yg dibungkus ky mummi hehe..
dan akhirnya mrk bisa balikan lagi (emg dulu smpet jadian ya cher?? *nyengir)